Anak sekolahan berlalulalang melaju pulang sekolah. Tentu aku tak
melewatkan kesempatan itu untuk mencuci bersih bola mata dengan panorama
bening-bening. Di sudut desa pada sebuah tikungan mata tertuju pada
peri kecil yang manis senyumnya. 'Cantik juga nih cewek, maukah kau
berstana di istana hatiku, siapakah gerangan namamu?' Hati bergumam
lirih berharap bisa mengenalnya di kemudian hari. Hatiku terpikat pada
sosok terang dalam kegelapan jiwa yang sunyi. Ia pun menoleh sedetik
saja, namun disitu aku mengerti bahwa suara hatiku terhubung dengannya
meski mungkin ia hanya menganggapnya kebetulan.
Suatu hari di pura Hulundanu aku sedang menikmati magisnya pagelaran tari sakral calonarang pada malam hari. Sebelum puncak tarian, aku hendak keluar sesaat, menuruni tangga balai rias di aula pura itu. Tak ada angin tak ada hujan, aku melihat gadis itu berada tak jauh dariku, 10 meter dari tempatku. Mataku tak berhenti memandangnya, terpesona akan keindahan yang hadir di pelupuk mata di bawah cahaya lampu besar ditemani kemilau cahaya rembulan.
Gedubraakk! Aku terjatuh di tangga terakhir, kaki terpeleset gara-gara salah menginjak anak tangga. Melihatku terjatuh, dia tertawa cekikikan. Duuh malunya diriku. Bersyukurlah tak kenapa-kenapa. Menjelang tarian sakral itu berakhir, perhatianku tertuju pada gadis itu. Di satu sisi aku takut mendekatinya.
'Kamu kenal dengan gadis itu?' Tanyaku pada seorang gadis yang berdiri tak jauh darinya.
'Kalau mau kenalan dekati saja sana!'
'Malu tahu! Memangnya kamu tahu namanya?'
'Ya tahulah. Nona namanya'
'Wuah cantik namanya, secantik wajahnya. Kenalin dong!'
'Ihh.. sorry lah ya!'
Kucoba memberanikan diri mendekatinya, sembari pura-pura tak ada tempat yang baik menonton. Entah kenapa jantungku mulai berdebar, malahan bingung mau bilang apa. Sesaat kemudian, ujug-ujud datang seorang lelaki yang jauh lebih muda dariku, dia nyelekak di antara aku dan dia, barangkali kakak kelasnya. 'Waduhh.. pacarnya kayaknya nih!' Hati berkicau. Lalu aku menjauh darinya. Tak mau disebut hama atau seperti gulma diantara tanaman pertanian.
Keesokan harinya aku bertemu dengan Dewi yang sedang asik dengan kamera di tangannya bak seorang photografer. Temanku itu sepertinya satu sekolah dengan Nona. Seusai basa-basi aku teringat dengan Nona yang manis senyumnya.
'Kamu kenal sama Nona?'
'Kenallah, memangnya kakak kenal sama dia?'
'Enggak sih, hanya penggemar rahasianya' ujarku malu. Tak mau disebut SKSD; sok kenal sok dekat. Tampaknya terkenal juga gadis itu, kakak kelasnya saja mengenalnya. Percakapan itu berlanjut, namun sayangnya apa yang aku tanyakan, Dewi tak mengetahuinya; nomor HP, pin BB, akun facebook, dslb. Aku tak menyerah begitu saja, aku menyusuri paman facebook, klik namanya. Nasib mujur menghampiriku. Langsung ketemu. Esoknya sudah dikonfirmasi. Tapi aku tak mau langsung main sergap begitu saja, kubiarkan beberapa hari untuk inbox dia. 'Duuh cantiknya, makita bli ngelahang.'
*Akhirnya kumenemukanmu. Saat hati ini mulai merapuh. Kuberharap engkaulah jawaban segala risau hatiku, dan biarkan diriku mencintaimu..
Seringkali aju mengintai status-statusnya,
sayangnya, dia memang cantik tapi sombong. Suatu hari aku merasa marah
tanpa sebab. Langsung unfriend. Entahlah, kenapa aku sensitif begitu
padanya. Belakangan merasa menyesal unfriend. Dan dia tak mau lagi
menerima pertemanan. Berulangkali kirim pesan tak jua dibalas. Aku
memperkenalkan diri siapa aku sebenarnya. Tapi selalu diabaikan. Hanya
dibaca tanpa ada balasan. Mungkin dia tak tahu siapa aku. Tetapi anehnya
aku sering memikirkannya, bahkan photonya kujadikan background layar
HPku. Hanya dia yang mampu menggantikan 'musuh bebuyutanku', gadis yang
disayangi namun bermusuh-musuhan,
yang kini sebagai gadis yang paling kubenci dalam hidupku. Berharap
menemukan penggantinya, yang mampu mengisi kekosongan hati.
*Terlarut aku dalam kesendirian, saat aku menyadari, tiada lagi dirimu kini. Oooo... Tak akan terganti, semua kenangan yang telah tercipta...
Suatu hari di pura Hulundanu aku sedang menikmati magisnya pagelaran tari sakral calonarang pada malam hari. Sebelum puncak tarian, aku hendak keluar sesaat, menuruni tangga balai rias di aula pura itu. Tak ada angin tak ada hujan, aku melihat gadis itu berada tak jauh dariku, 10 meter dari tempatku. Mataku tak berhenti memandangnya, terpesona akan keindahan yang hadir di pelupuk mata di bawah cahaya lampu besar ditemani kemilau cahaya rembulan.
Gedubraakk! Aku terjatuh di tangga terakhir, kaki terpeleset gara-gara salah menginjak anak tangga. Melihatku terjatuh, dia tertawa cekikikan. Duuh malunya diriku. Bersyukurlah tak kenapa-kenapa. Menjelang tarian sakral itu berakhir, perhatianku tertuju pada gadis itu. Di satu sisi aku takut mendekatinya.
'Kamu kenal dengan gadis itu?' Tanyaku pada seorang gadis yang berdiri tak jauh darinya.
'Kalau mau kenalan dekati saja sana!'
'Malu tahu! Memangnya kamu tahu namanya?'
'Ya tahulah. Nona namanya'
'Wuah cantik namanya, secantik wajahnya. Kenalin dong!'
'Ihh.. sorry lah ya!'
Kucoba memberanikan diri mendekatinya, sembari pura-pura tak ada tempat yang baik menonton. Entah kenapa jantungku mulai berdebar, malahan bingung mau bilang apa. Sesaat kemudian, ujug-ujud datang seorang lelaki yang jauh lebih muda dariku, dia nyelekak di antara aku dan dia, barangkali kakak kelasnya. 'Waduhh.. pacarnya kayaknya nih!' Hati berkicau. Lalu aku menjauh darinya. Tak mau disebut hama atau seperti gulma diantara tanaman pertanian.
Keesokan harinya aku bertemu dengan Dewi yang sedang asik dengan kamera di tangannya bak seorang photografer. Temanku itu sepertinya satu sekolah dengan Nona. Seusai basa-basi aku teringat dengan Nona yang manis senyumnya.
'Kamu kenal sama Nona?'
'Kenallah, memangnya kakak kenal sama dia?'
'Enggak sih, hanya penggemar rahasianya' ujarku malu. Tak mau disebut SKSD; sok kenal sok dekat. Tampaknya terkenal juga gadis itu, kakak kelasnya saja mengenalnya. Percakapan itu berlanjut, namun sayangnya apa yang aku tanyakan, Dewi tak mengetahuinya; nomor HP, pin BB, akun facebook, dslb. Aku tak menyerah begitu saja, aku menyusuri paman facebook, klik namanya. Nasib mujur menghampiriku. Langsung ketemu. Esoknya sudah dikonfirmasi. Tapi aku tak mau langsung main sergap begitu saja, kubiarkan beberapa hari untuk inbox dia. 'Duuh cantiknya, makita bli ngelahang.'
*Akhirnya kumenemukanmu. Saat hati ini mulai merapuh. Kuberharap engkaulah jawaban segala risau hatiku, dan biarkan diriku mencintaimu..
Seringkali aju mengintai status-statusny
*Terlarut aku dalam kesendirian, saat aku menyadari, tiada lagi dirimu kini. Oooo... Tak akan terganti, semua kenangan yang telah tercipta...
Labels:
Fiksi
Thanks for reading Kasih Tak Sampai. Please share...!
0 Komentar untuk "Kasih Tak Sampai"