Menurut ajaran Hindu, lebih baik mengagungkan
Tuhan dengan kata-kata sendiri daripada menggunakan mantra Veda tetapi tidak
tahu artinya (kecuali mantra pengobatan). Berlandaskan pada ajaran itu, maka
sangat penting kita menggunakan doa dalam kehidupan sehari-hari. Di Bali, doa
disebut dengan saha (dibaca: see), yaitu mengagungkan yang dipuja menggunakan
bahasa hati / bahasa sendiri.
Ada sebuah pesan bijak yang patut direnungkan,
dikatakan bahwa doa yang disampaikan tulus dari hati maka alam pun akan
bergerak mewujudkan doa itu. Terlebih lagi apabila doa itu hingga membuat air
mata berlinang, sungguh doa itu memang sebuah panggilan hati dan kerinduan pada
Tuhan untuk memohonkan kebahagiaan mahkluk lain.
Entah kebetulan atau tidak, doa saya mudah
terkabul ketika berdoa dari lubuk hati yang terdalam, menyerahkan masalah pada
Yang Kuasa. Mislanya;
Ketika jauh dari orang tua, rindu pada mereka,
sedih belum mampu membahagiakan mereka. Bisanya hanya meminta pada orang tua.
Di situlah ada rasa sedih yang mendalam. Dan pada saat itulah berdoa, ingin
melihat orang tua bahagia. Kadang sampai menitikan air mata. Setelah pulang ke
rumah dalam beberapa bulan, kadang saya bisa melihat kebahagiaan ortu; usahanya
lancar, penjualan hasil panen harganya cukup tinggi.
Tapi kalau lama tak pernah berdoa untuk
kebahagian orang tua. Saat pulang ke rumah mendapati mereka sakit. Kalau gak
bapak sakit, ibu yang sakit, pokoknya selalu saja ada masalah. Apalagi kalau
sudah ada di rumah dalam waktu lama, bisa-bisa sama sekali tak pernah mendoakan
orang tua. Entah kenapa kalau di rumah saya malas sembahyang, hanya bapak yang
rajin sembahyang.
---
Suatu ketika, adik angkat yang sudah mulai
remaja sedang sakit kepala dan panas dingin. Keluarga yang lain menganggap adik
angkatku ini mengada-ngada sakitnya, dikira mencari alasan tak bantu ortu
bekerja.
Orang sakit diperlakukan seperti itu pasti
sakit hati, sampai adikku menangis. Sedih melihat adikku sakit malah diledek
keluarga sendiri. Di situlah rasa keterpanggilan untuk mengobati. Aku kompress
kepalanya, lalu berikan energi prana melalui telapak tangan disertai doa. Tak
lebih dari setengah jam, sudah sembuh. Dan langsung bisa membantu orang tua.
Begitu juga pernah melihat ipar terkapar sakit
demam sudah dua hari, tapi tak ada yang peduli. Ada rasa sedih timbul jika
melihat orang sakit tak dipedulikan. Saya coba kompres kepalanya dengan air
hangat, dan berikan energi prana disertai mantra gayatri. Tak lama kemudian
sudah bisa makan, dan besoknya sudah normal.
Keponakannya juga pernah begitu, sakit
muntah-muntah dan demam, dibawa ke rumah sakit. Tak diijinkan untuk pulang. Ketika
baru pulang dari Denpasar, mendengar kabar keponakan sakit, saya cari ke rumah
sakit. Di ranjang pasien dia terkapar, tak bergerak, lemas terkulai. Ternyata
penyebabnya keracunan minuman kadaluarsa.
Ingin sekali melihat dia tersenyum. Saya
memberikan energi prana pada perutnya, dan pada cakra ajna (mata ketiga).
Setelah 15 menit, matanya dibuka dan tersenyum, langsung memelukku. Ipar saya
tak percaya kalau anaknya melihatku dalam keadaan sadar, dikiranya linglung.
Padahal sadar sesadarnya, dan dia minta makan.
Setelah diberi bubur, muntah-muntah lagi.
Padahal makannya dengan semangat. Mungkin perutnya masih belum mampu untuk
menyimpan makanan. Tetapi hari itu juga diijinkan bisa pulang dari rumah sakit karena
sudah terlihat membaik.
Keponakanku ini manja sama saya, kadang saya
diperlakukan lebih dari bapaknya sendiri. Kalau sembahyang sekeluarga, pasti
minta digendong sama saya. Hal ini terjadi karena waktu kecil, ketika pertama
kalinya saya menggendongnya, saya bisikan gayatri mantra dan doa di
telinganya. Akibatnya, ketika masih kecil kalau menangis jika saya yang
mendiamkan cepat redam tangisannya. Kalau mau makan minta disuapin. Seneng
kalau melihat anak manja, karena saya sendiri manja sama orang tua.
----
Sekitar dua tahun lalu, kakek saya terjatuh di
jurang, hingga tak bisa jalan, tak bisa bangun, tak bisa duduk. Tulang
punggungnya patah, tangannya, kakinya, semua patah. Tak bisa buang air besar
dan buang air kecil dengan normal, sehingga BAB menggunakan alat bantu, buang
air kencing menggunakan selang.
Sudah diobati secara medis tapi tak jua
sembuh, kemudian diobati secara non-medis baru bisa baikan. Tapi belum juga
bisa berdiri. Semua sedih melihat kakek seperti itu, berbulan-bulan, tak
juga bisa berdiri. Apalagi jalan. Semua keluarga mendoakan kesembuhannya,
termasuk saya.
Sedih sekali melihat kakek hidup sengsara
seperti itu, padahal biasanya kekuatannya mengalahkan saya bila bekerja,
mencakul, dsb. Tapi sejak terjatuh ke jurang, jangankan bekerja, berdiri pun
tidak bisa. Bapak saya terus mencoba mengobati, begitu juga rutin diperiksakan
secara medis, begitu pula dicarikan pengobatan non medis secara rutin. Dan saya
pun ikut mengobatinya (sebelumnya gak berani, gak percaya diri, malu).
Saya coba berikan energi prana pada seluruh
tubuhnya. Saya lakukan berulang-ulang, 3 kali dalam seminggu. Kemudian
saya balik ke denpasar. Kadang saat
sembahyang mendoakannya agar kakek bisa normal. Dua minggunya pulang kampung
mendapat kabar kalau kakek sudah bisa jalan meski masih membutuhkan tongkat.
Dan sekarang sudah bisa bekerja seperti dulu.
Sedih melihat orang menderita, itu sudah
biasa. Bahkan mungkin saya tergolong lelaki cengeng, mudah terketuk hatiku jika
melihat orang menderita, padahal saya sendiri menderita. Bagaimana jika melihat
hewan atau binatang yang menderita? saya pernah hampir menitikan air mata
melihat anak anjing ganteng dipukul dengan sapu lidi yang cukup besar.
Waktu itu sedang duduk di warung, entah apa
yang dimakan anak anjing itu, hingga membuat si empunya rumah marah sekali dan
memukul anak anjing itu hingga sekarat. Orang yang memukul anak anjing itu
meminta kepada anaknya untuk membuang anak anjing itu (dikiranya sudah mati).
Tapi saya gak ngasih..
Tertegun melihat anak anjing itu sekarat,
timbul rasa iba, mataku berkunang-kunan g karena sedih, hampir menitikan
air mata. Saya ambilkan air, husap-usap tubuhnya, berikan energi prana melalui
telapak tangan sambil mengucapkan gayatri mantram berulangkali dan berdoa untuk
kesembuhan anak anjing itu. dan anak anjing itu mulai bernafas dan menggerakan
tubuhnya. Meski masih terkapar, saya berikan air ke mulutnya, lidahnya pun dikeluarkan
dan mau menelan air. Tak lama kemudian, anak anjing itu bangun dan berjalan. Di
situlah kadang saya menemukan kebahagiaan dan terharu melihatnya bisa hidup
lagi.
----
Di suatu pura, aku sembahyang di pura, di antara
keramaian. Entah kenapa ada rasa rindu yang sangat mendalam kepada seorang
gadis yang telah menolak cintaku, mencampakan diriku. Meski begitu, aku tak
pernah membencinya, cinta suciku tulus dari hati, dan mencintainya adalah
bahagiaku. Aku ingin sekali sembahyang dengannya, hingga aku larut dalam doa
dan bawa-bawa nama dia ke dalam doaku, memohon kepada leluhur, kepda dewa-dewi
dan kepada Mahadewa untuk mengijinkan bisa bersembahyang dengannya meski hanya
sekali, rasanya air mataku sudah berlinang, tapi karena ramai, aku paksakan agar tidak sampai keluar air mata.
Selesai sembahyang, berjalan mau sembahyang ke
Pura yang satunya. Karena ramai juga, menunggu antrian. tiba-tiba datang bapak sang
pujaan hati dari belakang dan diikuti sang pujaan hati. Bapaknya mengajakku untuk
sembahyang bersama, sambil lalu mengobrol ini itu, tak lupa melirik anaknya
yang manis senyumnya yang telah membuatku merana sepanjang masa. Jantungku berdebar-debar
ada dia di dekatku.
Usai menunggu antrian, langsung sembahyang
bersama. Dia di sebalah kiri bapaknya, saya sebelah kanan. Senengnya, ternyata
doaku terkabul.
Entah kenapa sampai saat ini, anak gadis itu
belum mampu aku tundukan, padahal sudah dua tahun lebih aku mendedikasikan
cintaku hanya untuknya. Dan saat ini berusaha untuk tidak lagi mengharapkan
cinta darinya dan berusaha pura-pura membencinya. Ingin rasanya menyandarkan
kesendirian ini pada gadis lain yang bisa mencintaiku.
Berkaca dari hal itu, ternyata benar sebuah
doa yang tulus dari lubuk hati, alam pun akan bergerak untuk mewujudkan doa
itu. Cerita ini bukan pamer tetapi sekedar berbagi pengalaman tentang kekuatan
sebuah doa.