Baru
bangun iseng-iseng menonton Televisi chanel TV One salah satu televisi
nasional, tampak dilayar beberapa orang yang berpakaian penari Bali dan
terlihat pula berderet gambelan Bali dalam acara Apa Kabar Indonesia.
Setelah jeda iklan tiba saatnya para pemain gambelan berunjuk kebolehan
dimana pemainnya anak-anak dan bapak-bapak, tapi sayangnya hanya musik
gambelan yang dipertunjukan tanpa menghadirkan penari padahal pemain
gambelan berpakaian penari. Meski demikian tampaknya penonton cukup
berdecak kagum . Kira - kira mengapa tarian dan gambelan Bali sering
membuat penonton berdecak kagum bahkan membuat penonton merasa damai?,
Simak uaraian berikut:
Salah
satu ciri khas Hindu kususnya Hindu Bali, keseharian manusianya penuh
dengan persembahan. Mengacu pada praktek tetua (leluhur), tidak saja
sesajen menjadi persembahan, tarian, ukiran bahkan hidup pun serangkaian
persembahan. Demikian juga gambelan adalah sarana persembahan kepada
Tuhan dalam ManifestasiNya Siwa Nata Raja.
Arti
kata Siwa Nata Raja : Siwa artinya manifestasi dari Tuhan, Nata artinya
berkesenian dalam perspektif Hindu, Raja artinya maha besar atau maha
kuasa, Siwa Nata Raja artinya berkesenian dalam rangka pemujaan
kemahakuasaan Tuhan.
Kata Siwa dalam bahasa Sanskerta berasal dari kata Shiv, yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “Kasih”
(Shiwa atau Siwa artinya Yang Maha Pengasih),kasih adalah tarian
kehidupan yang paling indah, karena ia merupakan esensi kebebasan yang
sejati.
Siwa
dalam wujud Siwa Nata Raja adalah Siwa dalam postur menari. Gerakannya
sangat indah, ritmis dan eksostis mistik yang menggetarkan siapa saja
yang menyaksikannya. Gerakannya dalam ritmis tersebut sangat harmonis
dan melahirkan keindahan. Gerakan dalam Siwa Nata Raja adalah juga
merupakan simbolisasi dari Panca Aksara. Panca Aksara membentuk tubuh
Siwa. Tangan yang memegang api adalah Na, kaki yang menindih raksasa
adalah Ma, tangan yang memegang kendang adalah Si, tangan kanan dan kiri
yang bergerak adalah Wa, tangan yang memperlihatkan abhaya mudra adalah
Ya. Panca Aksara adalah kekuatan yang dapat menghapus noda dan dosa. Si
Wa Ya Na Ma, adalah mantra. Si mencerminkan Tuhan, Wa adalah anugerah,
Ya adalah jiwa, Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan, Ma adalah
egoisme yang membelenggu jiwa.
Salah
satu dari pertunjukan seni dalam rangka pemujaan kehadapan Siwa adalah
pertunjukan seni Wayang Sapu Leger yaitu suatu paduan yang harmonis
antara seni pertunjukan dengan filsafat ketuhanan.
Memuja
Tuhan dengan berkesenian memuja Siwa Nata Raja adalah upaya pencarian
kebenaran, kesucian, keharmonisan, melalui berkesenian (satyam, siwam,
sundaram). Berkesenian di dalam kaitannya dengan Hindu adalah sebuah
langkah pemujaan untuk menyatu dengan pencipta seni itu sendiri yakni
Siwa (Tuhan). Berkesenian adalah sebuah upaya mencari kepuasan bhatin,
mencari kesenangan, mencari keseimbangan, mencari pembebasan dalam
penyatuan dengan sang pencipta, yakni sumber dari seni itu sendiri yakni
Sang Hyang Siwa.
Saat
ini berkeseniaan tidak lagi sebagai persembahan kepada Tuhan sehingga
kehilangan spirit, akibatnya berkesenian hanya bersifat seremonial dan
hura – hura yang menyebabkan huru hara , tidak lagi sebagai tangga
meningkatkan daya spiritual.
Tarian
di Bali diiringi oleh musik (gambelan), jika salah satu tidak ada maka
tidak akan menimbulkan keindahan dan mustahil menimbulkan kebahagian.
Menurut Lontar Prekempa bahwa semua tetabuhan atau gambelan lahir dari suaraning Genta Pitara Pitu, Suaraning Genta Pitara Pitu
adalah suara sejati yang berasal dari suaranya alam semesta atau bhuana
, dengan kata lain berasal dari suara Tuhan, suara suara yang utama
yang berasal dari suaranya semesta itu ada tujuh suara banyaknya yang
disebut dengan sapta suara. Suara ini berasal dari Akasa disebut Byomantara Gosa. Ada pula suara yang disebut Arnawa Srutti yaitu suara yang keluar dari unsur Apah (air). Yang lain ada disebut dengan Agosa, Anugosa, Anumasika dan Bhuh Loko Srutti. Yang terakhir disebutkan suara yang keluar dari unsur Pertiwi.
Sapta suara yang merupakan inti dijadikan sebagai sumber yang dihimpun oleh Bhagawan Wismakarma menjadi Dasa Suara, yaitu lima suara Patut Pelog sebagai Sangyang Panca Tirta dan lima Suara Patut Selendro sebagai Pralingga Sangyang Hyang Panca Geni. Unsur Dewata yang merupakan Prabawa dari Yang Maha Tunggal yang melingga pada Dasa Suara yang dihimpun menjadi Gegambelan.
Sapta suara atau tujuh buah nada saat ini yan dikenal : dhang (jawa: nem), dhing (ji), dhong (ro), dheng (lu) dan dhung (mo) ditambah dhang alit dan dhing alit, kemudian berkembang menjadi delapan bilah nada yaitu; dhung, dhang, dhing, dhong, dheng alit, dhang alit dan dhing alit; sembilan bilah ditambah nada dheng (sebelum nada dhung); dan selanjutnya sampai sekarang berubah menjadi berbilah sepuluh dengan urutan nada: dhong, dheng, dhung, dhang, dhing, dhong alit, dheng alit, dhung alit dhang alit, dhing alit.
Dr.
Masaru Emoto membuktikan bahwa musik dapat mempengaruhi air, sehingga
musik yang indah akan membuat air membentuk kristal hexagonal yang
indah. Memahami bahwa baik manusia, hewan dan tanaman mengandung air,
maka suara musik akan mempengaruhi semua makhluk hidup.
Didalam
badan manusia(mikrokosmos) terdiri dari 5 unsur (panca maha bhuta),
demikian juga didalam alam semesta (makrokosmos), salah satu dari lima
unsur tersebut adalah air, berdasarkan penelitian air didalam tubuh
manusia dan alam semesta adalah 70 % sehingga apabila kita mendengarkan musik yang sesuai dengan suara alam semesta maka kita akan menemukan kebahagian.
Dari
uraian tersebut diatas, baik tarian maupun musik atau gambelan akan
membawa kedamaian apabila dilakukan sebagai persembahan kepada Tuhan
karena musik dan tarian berasal dari Tuhan.
Labels:
Kompasiana
Thanks for reading Rahasia Dibalik Tarian dan Gambelan Bali. Please share...!
0 Komentar untuk "Rahasia Dibalik Tarian dan Gambelan Bali"