Voice Of Merta Mupu

Voice Of Merta Mupu : Cerita Tak Tertata

Motivasi Menulis

Channel Youtube

KESETARAAN GENDER

Kesetaraan gender dan kerja perempuan dalam Manawa Dharmasastra;
Maharsi Manu mengetengahkan konsep Ardanareswari : dalam rangka penciptaan alam ini tuhan Yang Maha Esa membagi diri-Nya menjadi dua bagian sebagia pasanagan yang beroposisi (ardanareswari), satu bagian sebagai mlaki-laki dan satu bagian lagi sebagai perempuan . dari pertemuan-Nya yang telah menjadi berpasangan ini lahirlah berbagai jenis makluk yang serba berpasangan. (maskulin dan feminim)
Secara teologis Hindu tidak ada alasan yang membenarkan diskriminasi dimana perempuan berkedudukan lebih rendah daripada laki-laki, karena laki-laki dan peremuan bersumber dari satu sumber , yaitu TYME , perbedaan yg terjadi hanyalah dalam peranan atau kerjanya, (purusa dan prakerti; asa roh dan asa materi)
Atas dasar kesetaraan gender tersebut , Manawa Dharmasastra dengan tegas memuliakan posisi perempuan sebagai berikut:
Perempuan harus disayangi oleh ayahnya, kakaknya, suaminya, dan iparnya yg menghendaki kesejahtraan diri. (MDs, II:55)
Dimana perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci yang berpahala. (MDs, III:56)
Dimana perempuan hidup sedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran, sebaliknya, dimana perempuan tidak hidup menderita, keluarga itu akan hidup bahagia. (MDs, III: 57)
Oleh karena itu diamantakan bahwa bagi orang yang menginginkan hidup bahagia wajib menghormati perempuan antara lain dengan cara ; pada hari raya memberinya hadiah perhiasan, pakaian, dan makanan.(MDs, II:59) Dinyatakan pula, bahwa dimana perempuan selalu tampil dengan wajah berseri, maka seluruh keluarga tiu akan kelihatan bercahaya, demikian sebaliknya. ( MDs, II:61-62)
Atas dasar pandangan teologis tersebut maka untuk merealisasikan konsep ideal tersebut dan untuk memelihara keharmonisan keluarga, bhagawan Manu mengamanatkan:
Pada keluarga dimana suami hidup berahagia dengan istri, demikian pula sang istri hidup bahagia dengan suaminya, kebahagian mereka pasti kekal. (MDs, II:60)
Jadi, kebahagian suatu rumah tangga ditetntukan pertama-tama oleh hubungan yg harmonis, saling setia suami dan istri. Pasal tersebut secara implisit menyarankan sistem perkawinan Monogami, tuhan telah memberi contoh, bahwa ia hanya menjadikan dirinya dua azas yg abadi yaitu sebagai pasangan suami istri (Brahma-saraswati, Wisnu – Laksmi, Siwa-Uma).
Perempuan hendaknya berwajah cerah, pandai mngatur rumah tangga,cermat dalam kebersihan rumah tangga, hemat dan pandai mengatur biaya rumah tangga.( MDs, V:150 )
Pasal tersebut mengisyaratkan makna bahwa kewajiban perempuan juga ditentukan oleh guna dan karmanya, karakternya yg poitensial baik dan bakat kerjany ; gemar berhias, cermat dalam kebersihan, terampil mengatur urusan rumah tangga, dan hemat dalam persoalan keuangan.

Kerja dan swadharma menurut sarasamuscaya

Kerja dan swadharma menurut sarasamuscaya


Bagian IV
SARASAMUSCAYA

Sarassamuscaya disarikan dari kitab Itihasa Maha Bharata  oleh Bagawan Wararuci, kitab aslinya ditulis dalam dua bahasa : bagian slokanya bebahasa Sanskerta dan tek ulasanya berbahasa Jawa kuno, Menurut Raghu Wira  sloka yang menjadi isi Sarasamuscaya berjumlah 517 bait. Kemudia ke 517 tersebut oleh Sudharta (2004) dikelompokan menurut isinya menjjadi 28 bab. Masing-masing bab diberi judul dalam bahasa Indonesia..

Kerja dan Swadharma menurut Sarasamuscaya

Bhagawan Wararuci menegaskan bahwa hanya dengan mengusahakan dharma orang dapat memperoleh Arta, Kama dan Moksa . Arta dan Kama dalah tujuan duniawi sedangkan moksa adalah  tujuan rohani.  Seseorang akan dapat meraih empat tujuan hidup apabila ia menjalani tahapan hidup secara wajar dan benar, ada empat tahapan hidup yaitu yg disebut catur asrama :

Brahmacari asrama ; pada tahap ini seseorang harus tekun mwempelajari dharma,dharma berarti kebenaran yg berwujud ilmu mpengetahuan duniawi maupun rohani.

Grahasta asrama ; masa hidup berumah tangga ,seseorang harus mengaplikasiakn ilmu yg dikuasai menjadi keterampilan hidup untuk mendapatkan arta dan kama.

Wanaprasta asrama ; tahap dimana seseorang  melimpahakan tanggungjwabnya sebagai kepala rumah tangga dan mulai mengarahkan perhatianya ke hal-hal yg bersifat rohani.

Biksuka atau sanyasin; tahap dimana ditandai oleh sikap dan prilaku yg merdeka, artinya ia tidak terikat  oleh segala hal yg bersifat duniawi.

Sloka-sloka kerja dan swadharma menurut sarasamuscaya :

Betapa utamanya dapt menjelma  manjadi manusia , mengapa demikian? Karena ,kamu dpat menolong dirimu dari keadaan sengsara dengan berbuat bajik, demikianlah keunggulanya menjelma menjadi manusia (SS, 4)

Simpulnya, pergunakanlah dengan sungguh-sungguh kesempatan menjelma menjadi manusia ini, karwna kesempatan ini sungguh sulit iperoleh, bagai memperoleh tangga masuk sorga, maka, segala perbuatan yg menyebabkan kamu tidak jatuh (sengsara) lagi itulah yg patut kamu kerjakan. (SS:6)

Pada intinya, jika arta kekayaan dan kenikmatan hi9dup yg dicita-citakan, maka usahakanlah Dharma (peerbuatan baiak) terlebih dahulu, dengan demikian tidak perlu disangsikan lagi, kamu pasti akan mendapatkan arta kekayaan  dan keindahan hidup, sebaliknya , tidak ada manfaatnya arta kekayaan dan kenikmatan hidup jika diperoleh  denganjalan  adharma(amoral) (SS:12)

Seperti halnya matahari , ia terbit untuk meolenyapkan elapnya dunia. Demikian jnuga orang yg selalu  mengusahakan dhrama (berbuat baik) itulah (xcara yg dapat dipakai) untuk dapat melenyapkan segalaa papa. (SS:16)

Bahwa segala aktivitas yg dilaksanakan oleh orang yg arif, orang suci, orang yg satia wacana, orang yang menguasai inderanya, dan orang tulus iklas adalah perbuatan yg berlandaskan dharma, oleh karena itu , contohlah perilaku bajik mereka. Berbuat dengan mencontoh mereka berarti mel;aksanakan yg disebut dharma prawrti (mengamalkan Dharma).( SS; 42)

Swadharma Sang brahmana :

Inilah kewajiban sang brahmana : belajar aji, pengetahuan suci, beryadnya:kurban, Berdana punia: beramal, Melakukan tieta yatra : penyucian diri ke tempat-tempat suci, Mengajar : meminpin upacara korban, dan menrima dana.(SS: 56)

Swadharma Sang Ksatria :

Adapun kerja yang menjadi kewajiban sang ksarria adalah : mepelajari weda, selalu melaksanakan agnihotra, melaksanakan yadnya, menjaga perdamaian dunia(negara), mengenal bawahan dan sanak keluarga, dan beramal sedekah , bila berprilaku demikian, kamu akanh memperoleh surga kelak. (SS: 58)

Swadharma Sang Waisya :

Inilah yg patut dilaksanakan sang waisya: belajarlah kamu kepada sang barahmana atau juga kepada ksatria, berdanalah saban waktu, pada hari baik. Bagikanlah secara adil dana tersebut kepada mereka yg datang memerlukan bantuanmu: tekunlah memuja sang triagni yaitu tiga api suci: ahawaniya, garhaspatya dan citagni; ahawaniya artinya api tukang masak untuk memasak makanan, garhaspatya artinya api upacsara perkawinan, itulah api yang dipakai saksi pada waktu perkawinan dilangsungkan, citagni artinya api untuk membakar mayat, itulah yang disebut tiga api suci , api itu lah yang harus dihormati dan dipuja oleh sang waisya, perbuatan demikian itu menyampaikan dia ke alam sorga kelak. (SS: 59).

Swadharma Sang Sudra :
Akan perilaku sang sudra, sedia mengabdi kepada sang brahmana , ksatrya dan waisya, sebagaimana harusnya : apabila puaslah ketiga golongan yang dilayani olehnya maka terhapuslah dosanya dan berhasil segala usahanya. (SS: 60)


Sekali lagi ditekankan bahwa dalam mendapatkan sesuatu hendaklah di usahakan atas dasar dharma, dan hasil usaha itu hendaknya dibagi tiga, fungsi ketiga bagian itu perhatikan. (SS: 2610

Inilah fungsi arta dimaksud : satu bagian pertama adalh untuk biaya mencaai dharma;satu bagian kedua  mendapatkan kenikmatan hidup; dan satu bagian ketiga adalah untuk modal keberhasilan usaha. Kembangkanlah  usahamu, demikian fungsi (pahalaitu), maka dibagi tiga oleh mereka yg bercita-cita hidup bahagia. (SS; 262)


Argumentasi ;

            bagian ini menekankan konsep catur marga : Dharma, Arta, Kama, dan Moksa dan pembagian tahapan hidup yg disebut catur asrama : Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta, dan Biksuka atau sanyasin serta pembagian profesi yg disebut Catur Warna : Brahmana Warna, Ksatria Warna, Waisya Warna, dan Sudra Warnaa.Pada

            Isi dari keseluruhan buku Kerja dan Swadharma : Teks Adisastra Hindu ini sangat bagus bagi umat yg aktive dalam bekerja atau berkarya. Sloka-sloka yg dicantumkan  begitu indah dan mengagumkan serta masih sangat relevan diterapkan pada masa kini.

Namun.. sebuah buku tidak terlepas dari kekurangan maupun kelebihan walopun tidak begitu spesifik. Kekurangan buku ini dari keseluruhan adalah;

o   Bahasanya yg terlau menjelimet atau rumit
o   Penampilan paragraf kurang menarik.
o   Tidak dilampirkan kosakata atau daftar kata – kata sulit

Demikianlah uraian singkat buku Kerja dan Swadharma : Teks Adisastra Hindu , Semoga berguna bagi pembaca  terutama Umat Hindu khusunya, dan Pecinta buku pada umumnya. Semoga uraian ini memberikan nilai tambah bagi pembaca. Tak lupa saya ucapkan terima kasih .

Ringkasan artikel di atas Bagian I – IV diambil dari buku KERJA DAN SWADHARMA: Studi Teks Adisastra Hindu karangan
 Ida Bagus Yudha Triguna
I Wayan Suka Yasa
Ni Made Surawati
Bagian III
MANAWA DHARMASASTRA

Manawa Dharmasastra tergolong Weda Smrti, merupakan kitab Dharma, yaitu ajaran kebajikan menurut MahaRsi Manu. Buku ini disususn secara sistematik dalam 12 adhyaya atau oleh muridnya Bhagawan Bhrigu. Dharma dimaksudkan disini diberi arti lebih spesifik, yaitu ajaran hukum hindu yg disebut Vyahara. Fungsinya untuk mengatur tentang kewajiban dan hak umat hindu, baik sebagai individu maupun maupun kelompok sosial.
Kitab sumber hukum hindu ini menjadi inspirasi terutama negarawan hindu yang lahir blakangan dalam rangka menciptaklan tertib sosial di wilayahnyua masing-masing. Isinya diadaptasi, disesuaikan kebutuhan daerah dan menurut perkembangan jaman. Diantara teks lontar hukum yang diaanggap bersumber dari kitab manawa dharmasastra adalah kelompok lontar agama : Adigama, siwa sesana, Raja sasana, Kutyara manwa, dan puerwadigama.

Landasan kerja menurut Manawa Dharmasastra :

Setiap perbuatan membuahkan hasil dan konsep ini juga disebut hukum karamaphala, karma yang lahir dari pikiran , perkataan, dan badan menimbulkan akibat baik atau buurk (MDs, XII:3).

Ada sepuluh karma buruk yang harus dihindari :
a. Tiga perbuatan buruk pikiran ; menginginkan milik orang lain, berkeinginkan mencelakai orang lain, dan mengikuti jaran sesat.
b. Empat perbuatan buruk dari perbuatan ; mencemooh, berbohong, memfitnah, dan berkata kasar.
c. Tiga perbuatan buruk badan ; mencuri, melakukan kekerasaan, dan berzina. (MDs, XII:5-7)
Yang berhasil mengendalikan dirinya, tidak melakukan sepuluh perbuatan terlarang tersebut dipastikan mencapai keberhasilan yangh sempurna.

Ada dua jenis pekerjaan yang baik:
1. prawerti karma yaitu kerja yang dilakukan untuk mencapai harapan atau hasil tertentu, akan tetapi karma jenis ini tetap bersifat mengikat, oleh karena itu prawerti karma menyebabkan seseorang mengalami tumimbal lahir.
2. nirwrti karma yaitu kerja yang dilakukan atas dasar pengetahuan yang benar, yaitu kerja tanpa menharapkan hasil, dan dengan demikian menyebabkan seseorang mencapai kebebasan akhir.
Akan tetapi nirwrti karma sungguh sulit dilaksanakan oleh masyarakat umum. Maharsi Manu lebih memihak prawrti karma, dasar argumentasinya adalah bahwa secara riil tidak ada suatu perbuatan apapun yanfg dilakukan oleh manusia tanpa didasari oleh keinginan, walau memang secara idealis berbuat karena keinginan untuk mendapat pahala kurang terpuji. Teks weda toh tetap membenarkan umatnya untuk melaksanakan upacara agama dengan didasari oleh keinginan, tetapi keinginan yang berdasarkan dharma untuk mendapat pahala yang baik.
Atas dasar konsep hukum kerja dan karaktwer manusia, maka Maharsi Manu menentukan klasifikasi kerja menjadi empat bagian yang disebut catur warna atau warna dharma :
a. Brahmana warna, b. Ksatria warna, c. Waisya warna, d. Sudra warna.

Untuk mendapatkan kemampuan agar dapat melaksanakan kewajiban secara profesional, Maharsi Manu mengukuhkan sistem pendidikan sesuai dengan tahapan hidup manusia sejak dari dalam kandungan sampai meniggal dunia, tahapan hidup ini disebut catur asrama :
1. Brahmacari asrama, 2. Grehasta asrama, 3. wanaprasta asrama, 4. Sanyasin

Kesetaraan gender dan kerja perempuan dalam Manawa Dharmasastra;

Maharsi Manu mengetengahkan konsep Ardanareswari : dalam rangka penciptaan alam ini tuhan Yang Maha Esa membagi diri-Nya menjadi dua bagian sebagia pasanagan yang beroposisi (ardanareswari), satu bagian sebagai mlaki-laki dan satu bagian lagi sebagai perempuan . dari pertemuan-Nya yang telah menjadi berpasangan ini lahirlah berbagai jenis makluk yang serba berpasangan. (maskulin dan feminim)

Secara teologis Hindu tidak ada alasan yang membenarkan diskriminasi dimana perempuan berkedudukan lebih rendah daripada laki-laki, karena laki-laki dan peremuan bersumber dari satu sumber , yaitu TYME , perbedaan yg terjadi hanyalah dalam peranan atau kerjanya, (purusa dan prakerti; asa roh dan asa materi)

Atas dasar kesetaraan gender tersebut , Manawa Dharmasastra dengan tegas memuliakan posisi perempuan sebagai berikut:

Perempuan harus disayangi oleh ayahnya, kakaknya, suaminya, dan iparnya yg menghendaki kesejahtraan diri. (MDs, II:55)

Dimana perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci yang berpahala. (MDs, III:56)

Dimana perempuan hidup sedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran, sebaliknya, dimana perempuan tidak hidup menderita, keluarga itu akan hidup bahagia. (MDs, III: 57)

Oleh karena itu diamantakan bahwa bagi orang yang menginginkan hidup bahagia wajib menghormati perempuan antara lain dengan cara ; pada hari raya memberinya hadiah perhiasan, pakaian, dan makanan.(MDs, II:59) Dinyatakan pula, bahwa dimana perempuan selalu tampil dengan wajah berseri, maka seluruh keluarga tiu akan kelihatan bercahaya, demikian sebaliknya. ( MDs, II:61-62)

Atas dasar pandangan teologis tersebut maka untuk merealisasikan konsep ideal tersebut dan untuk memelihara keharmonisan keluarga, bhagawan Manu mengamanatkan:
Pada keluarga dimana suami hidup berahagia dengan istri, demikian pula sang istri hidup bahagia dengan suaminya, kebahagian mereka pasti kekal. (MDs, II:60)

Jadi, kebahagian suatu rumah tangga ditetntukan pertama-tama oleh hubungan yg harmonis, saling setia suami dan istri. Pasal tersebut secara implisit menyarankan sistem perkawinan Monogami, tuhan telah memberi contoh, bahwa ia hanya menjadikan dirinya dua azas yg abadi yaitu sebagai pasangan suami istri (Brahma-saraswati, Wisnu – Laksmi, Siwa-Uma).

Perempuan hendaknya berwajah cerah, pandai mngatur rumah tangga,cermat dalam kebersihan rumah tangga, hemat dan pandai mengatur biaya rumah tangga.( MDs, V:150 )

Pasal tersebut mengisyaratkan makna bahwa kewajiban perempuan juga ditentukan oleh guna dan karmanya, karakternya yg poitensial baik dan bakat kerjany ; gemar berhias, cermat dalam kebersihan, terampil mengatur urusan rumah tangga, dan hemat dalam persoalan keuangan.

Argumentasi ;

Konsep kerja di dalam MDs agak berlawanan dengan Bhagawadgita, pada bagian ini dibenarkan bekerja dengan didasari oleh keinginan dan keterikatan , menurut saya hal ini digunakan sebagai motivasi didalam bekerja agar lebih bersemangat dalam bekerja. , tetapi keinginan yang berdasarkan dharma untuk mendapat pahala yang baik.

Didalam Manawa Dharmasatra betapa mulianya seorang perempuan, maka dari itu hendaknya setiap laki-laki menghormati perempuan untuk mendapatkan kebahagian, apa lagi akhir-akhir ini sering terjadi kekerasan terhadap perempuan, seyogianya laki-laki menerapkan ajaran bhagawan Manu ini, saya sebagai lelaki sangat tersentuh mebaca sloka-sloka di dalam buku ini.

Pada bagian ini banyak dicantumkan sloka-sloka yg begitu indah dan menarik untuk disimak serta masih relevan untuk diterapkan pada masa kini,mulai dari sloka-sloka kerja dan swadharma, landasan kerja dan swadharma sang catur warna .namun tidak saya tulis.

Kekurangan pada bagian ini , didalam kesetaraan gender tidak dibahas kewajiban seorang suami, pekerjaan laki-laki, kedudukan laki-laki dll. padahal seorang istri juga ingin tahu seperti apa kedudukan,kewajiban seorang suami, dll,

Tetapi menurut saya mungkin karena pengarang buku ini dan pengarang Manawa dharmasastra adalah laki-laki, terkadang juga saya sering bertanya dalam hati, kenapa jaman dulu tidak ada perempuan yg mengarang suatu kitab suci padahal perempuan mempunyai rasa keindahan dan berilmu juga (sepengeatahuan saya).
Kerja dan swadharma menurut Bhagawadgita

Kerja dan swadharma menurut Bhagawadgita


Bagian II
BHAGAWADGITA

            Bhagawadgita secara ringkas yang keseluruhanya terdiri atas 18 bab dan 700 sloka,  Sri Sangkara menyatakan bahwa Bhagawadgita yang termasyur ini adalah sari ringkas inti dari seluruh ajaran Weda. Pengetahuan dari ajaranya mengantarkan pada realisasi dari semua cita-cita.

Kerja dan Swadharma
            Sri Krsna mengajukan tiga gagasan besar yg menjadi roh teks Bhagawadgita: Jnana,Karma, dan Bhakti. Ketiga roh tersebut adalah Yoga.
Jnana , yaitu berpikir idealis yang kemudian direalisasikan dalam wujud karma – bhakti “ kerja” untuk memenuhi kewajiban hidup sebagai Yanjna  (kurban). Jadi , Berbuat atas nama Tuhan
            Dasar kerja tidak bisa dipisahkan dengan tujuan kerja itu sendiri, sejak awal Sri Krsna mengajarkan bahwa kerja dalah hukum alam yg didasarkan pada kehendak tuhan dengan mengaktifkan Tri guna

            Secara ideal, tujuan kerja adalah mencapai kesempurnaan, yaitu bebas dari kerja itu sendiri. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut seseorang harus melaksanakan kerja dengan jiwa besar.

            Alam semesta beserta isinya diciptakan  atas dasar yajnya dan sebaliknya, yanjnya  ada karena karma, asal usul kerja adalah Tuhan , ia sendiri sendiri sibuk bekerja. Bila Ia tidak bekerja dunia ini pun hancur musnah dan dengan cara seperti itu  berarti tuhan memberi contoh kerja nyata pada umatnya untuk aktif bekerja.

Oleh karena itu , laksanakan segala kerja
Sebagai kewajiban tanpa terikat pada akibatnya
Seba dengan melakukan kegiatan kerja yang tak terikat
Orang akan mencapai tujuan utama.
( Bhagawadgita,III;19)

Kerja dalah puja yang dapat dipersembahkan kepada kekuatan besar ( Tuhan ) yang mengambil bentuk sebagai alam ini. Sri Krsna membedakan kerja menjadi tiga jenis;
Karma       :  berbuat baik
wikarma    : berbuat salah
akarma      : tidak berbuat
pembagian kerja ditentukan atas dasar guna dan karma , guna adalah sifat yang mendominasi kepribadian seseorang, sedangkan karma adalah kegiatan kerja yang cenderung diminati oleh seseorang, pembagian kerja bukan didasarkan atas kelahiran, jenis kelamin, status, dan kekayaan dimiliki seseorang.

Catur warna kuciptakan
menurut pembagian dari guna dan karma ( sifat dan pekerjaan )
meskipun aku sebagai penciptanya,
ketahuilah aku mengatasi kerja dan perubahan.
( Bhagawadgita, IV:13)

Landasan kerja menurut Bhagawadgita:
Sejak dahuluAaku telah katakan, wahai Anaga (yang tanpa dosa), ada dua jalan suci di dunia ini: jalan Jnana (ilmu pengetahuan) bagi cendikiawan dan jalan Karma (kerja) bagi ia yg suka bekerja. (BG.III:3)
           
Walo sesaat, tak seorangpun berdaya untuk tidak bekerja,karena, setiapa orang dijerat oleh hukum karma (hukum alam semesta), hukum semestalah yang memaksanya untuk bekerja.(BG.III:5)

Orang harus mengerti tentang karma (perbuatan baik), tentang wikarma (perbuatan keliru), dan tentang akarma (tidak berbuat), karena dalam prakteknya, sangatlah sulit membedakan ketiganya. (BG.IV:17)

Cara kerja menurut bhagawadgita :
Mengurbankan kerja dengan tujuan mendapatkan pahala, menyebabkan ornag terikat pada hukum karma, karena itu hai arjuna, bebaskan dirinu dari keterikatan akan pahala kerja, caranya , bekerjalah sebagai yadnya, bekerjalah dengan rasa iklas.(BG.III.9)

Maka itu, laksanakanlah kerja sebagai kewajiban tanpa keterikatan, sebab hanya dengan tidak terikat, dengan melaksanakan kewajiban secara iklas orang mencaoai kemuliaan. (BG.III.19)

Tujuan kerja menurut bhagawadgita :
Tanpa kerja orang takan mencapai kebahagian, demikian juga dengan menghindari kerja, orang tidak mungkin mencapai kesempurnaan.(BG.III.4)

Orang bodoh bekerja karena tertikat akan hasilnya, semata untuk dirinya, sebaliknya hai barata, orang bijak bekerja tanpa rasa keterikatan, ia bekerja semata untuk kesejahtraan masyarakat. (BG.III,25)

Argumenttasi:

            Dari semua sloka yang ada dalam buku pada bagian ini isinya sangat menarik namun disini dicantumkan hanya beberapa sloka saja yang menurut saya isinya begitu mengagumkan, ajaran yang sudah dari jaman sebelum masehi masih sangat relevan sampai sekarang. Ajaran suci yang tiada tandinganya.
            Saya pribadi sebagai orang yg percaya adanya rainkarnasi tuhan (krisna) sangat bangga dengan ajaran-ajaran beliau. Tak ada kata yg dapat melukiskan rasa bangga itu, dengan hanya membaca slokanya saja sudah merasa bahagia apalagi menerapkanya dalam kehidupan, mudahan-mudahan beliau berkenan hadir dalam hati setiap insan manusia, semoga damailah dunia ini.

           
Kerja dan swadharma menurut karma kanda

Kerja dan swadharma menurut karma kanda

Bagian I
KARMA KANDA

Pada bagaian karma kanda disebutkan bahwa : keyakinan adalah landasan yang mewaranai pikiran, wacana, dan perilaku manusia .

Kepercayaan tiap-tiap individu o Arjuna.
tergantung kepada keyakinanya.
Manusia menjadi atas dasar kepercayaan.
Apapun keyakinanya demikian pulalah dia adanya.
( BG , XVII:3)
Ada tiga macam tipe keyakinan seseorang
1. keyakinan bersifat satwa; memancarkan kecerian dan kesucian,
2. keyakinan bersifat rajas ; mengobarkan nafsu atau ambisi,
3. keyakinan bersifat tamas ; menyebabkan kebodohan dan kealpaan
satwa , rajas, dan tamas adalah guna yang lahir dari prakrti.

Rahasia keberhasilan kerja ternyata ditentukan oleh cara kerja itu sendiri, kerja mesti dilakukan menurut dharma – bhakti masing-masing. Manusia hendaknya bekerja secara sukarela, melepaskan keterikatan untuk menikmati hasil dari kegiatan.

Bekerjalah seperti yang telah ditentukan
sebab berbuat lebih baik daripada tidak berbuat.
Bahkan tubuhpun tak akan terpelihara tanpa berkarya.
(BG,III:8)
Bila perbuatan itu bebas dari guna rajas dan guna tamas maka kesempurnaan dan kebebasan akan dapat dicapai. Sebaliknya, apabila perbuatan itu masih dikuasai oleh guna maka kesempurnan dan kebebasan tidak akan tercapai dan hukumanya adalah punarbhawa.
Dalam pandangan karma kanda, kerja adalah hakikat segala sesuatu. Kerja disebut karma, karma adalah segala perbuatan dan akibat-akiibatnya, karma memiliki arti yang lebih luas, yaitu peristiwa dan pengalaman yang terjadi sekarang disebabkan oleh perbuatan pada masa kelahiran masa lampau,

Setiap peristiwa dan pengalaman datang dari masa lalu, eksis pada masa kini, dan pergi menuju ke masa yang akan datang. Dulu-kini-nanti merupakan keterpisahan dari kesatuan waktu yang paling mungkin dipahami oleh akal budi. Karma merupakan prinsip tindakan universal yang bersumber pada rta, rta adalah prinsip etos kerja, yaitu hukum semesta yang berpusat pada kerja.

Tidak ada perubahan apapun tanpa tindakan karma, ajaran ini bersumber pada mimamsa yang menapsirkan weda sebagai tindakan karma, karena itu mimamsa disebut Karma Kanda, mimamsa melahirkan paham aktivisme, yaitu sistem filsafat yang mengajarkan bahwa aktivitas, proses, pergerakan, energi atau kekuatan, merupakan prinsip tertinggi.

Pada hakekatnya, karma kanda mengarahkan agar manusia melaksanakan perbuatan baik, (subha karma), dan menjauhkan diri dari perbuatan buruk (asubha karma)

Pusatkan ikiranmu pada kerja tanpa menghiraukan hasilnya, bekerja yang benar secara sempurna adalah bekerja dengan segenap pikiran sehingga tidak sedikitpun ada pikiran melekat pada hasilnya, sangat menyedihkan mereka yang semata-mata hanya berorientasi pada pahala kerja, kerja yang benar adalah bekeja tanpa pamerih, kerja sebagai yajna, kerja demikianlah kerja yang sempurna, dan oleh karena itu, fungsinya sama dengan yoga ; karma yoga
(BG, II:48-50)
Menurut pandangan mimamsa, bahwa karma tidak menghasilkan buahnya secara langsung, melainkan dengan perantara. Oleh karena itu hasil Yajna atau upacara keagamaan pada umunya tidak dapat dituai seketika setelah yajna atau upacara keagamaan itu di kerjakan. Yajna dan atau upacara keagamaan yang dilakukan disini-sekarang baru memberikan hasil setelah pelaku meninggal dunia.

Kewajiban, sebagaimana fakta mengungkapkan tidak mungkin dihindari, seperti tangan berkewajiban melayani badan. Seseorang tidak mungkin menghindar dari karma.
karma berakibat baik atau buruk, untuk mendapat pahala yang baik , seseorang mesti bekerja berdasarkan sepirit dharma, setiap orang memiliki dharma-nya masing-masing, Dharma inilah yang disebut swadharma. Dari keterikatan dharma dalam arti kewajiban dengan karma inilah dipahami munculnya konsep pembagian kerja hindu , seperti yg dijabarkan dalam tiga kitab adisastra hindu “sastra utama” antara lain : Bhagawadgita, Manawa Dharmasastra, dan Sarasamuscaya.

Argumentasi :

Watak atau karakter sesorang dibentuk dan ditentukan oleh tindakanya, jadi selalu di usahakan untuk bertindak yang positif , Berpikir positif memiliki dampak dan pengaruh besar dalam kehidupan seseorang. Saat kita mulai berpikir positif, kekuatan besar datang mengimbangi cara berpikir kita untuk tetap melakukan hal-hal baik dengan cara yang baik
Hendaknya seseorang dalam melakukan setiap aktivitas selalu berpedoman pada ajarn-ajaran moralitas ( dharma ) dan sesuai dengan swadharma masing-masing tanpa keteriktan. Ingatlah selalu hukum karmaphala “ apa yang anda tanam itulah yang akan anda Tuai” jagung yang anda tanam, jagung pulalah yang akan anda petik , meskipun dalam pertumbuhan jagung banyak rintangan dan ada hasil lain yang ditimbulkan, kita mesti selalu berjalan diatas dharma atau kebenara, Niscaya kebahagian selalu menemani hidup kita.
Isi buku pada bagian ini menekankan betapa pentingnya kerja tanpa keterikatan namun cara penyajianya kurang menarik, terjemahan-terjemahan sloka tidak ditulis secara terpisah, sehingga dalam satu paragraf terlalu panjang akibtnya tampilan menjadi kurang menarik dan menjelimet.

Kerja dan swadharma

Kerja dan swadharma


KERJA DAN SWADHARMA :
Studi Teks Adisastra Hindu
OLEH :
Ida Bagus Yudha Triguna
I Wayan Suka Yasa
Ni Made Surawati

DOSEN : Drs. I Gusti Bagus Wirawan, M.Si.




Nama: I Ketut Merta Mupu
NPM : 09.01.02.029


FAKULTAS ILMU AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM AGAMA HINDU
Universitas Hindu Indonesia
Jl. Sanggalangit, Tembau , Denpasar
Telp. 0361 464800
Back To Top