BAB 4
JALAN PENGINGKARAN DIRI DENGAN KESADARAN
Jai: Dalam Gita dijelaskan tentang kejadian di medan
perang. Siapa sesungguhnya penulisnya nek?
Nenek: Ajaran Gita berusia sangat tua. Pertama diturunkan kepada Deva Surya oleh
Sri Krishna. Setelah beberapa warsa, pengetauan ini hilang. Gita yang kita
pelajari sekarang merupakan pelajaran yang diberikan Krishna kepada Arjuna, 5,100
tahun yang lalu.
Jai: Jadi Sri Krishna penulisnya?
Nenek: Ya, Sri Krishna adalah pengarang Gita. Disusun oleh Rsi Vayāsa yang juga
menyusun ke empat Veda. Rsi Vayāsa memiliki kekuatan untuk melihat kejadian di
masa lalu dan masa datang, tapi dia tidak bisa melakukan kedua pekerjaan yaitu
mengingat Gita yang diturunkan Krisna dalam medan perang sambil menuliskannya.
Dia memerlukan seseorang untuk menulisnya. Deva Ganesha, sang Deva kebijaksaan,
menawarkan diri untuk menuliskannya.
Gita yang pertama kalinya diterjemahkan dari puisi Sanskerta yang asli ke
dalam prosa beserta penjelasannya dilakukan oleh Maha Guru Adi Sankarāchārya
sekitar 800 tahun sebelum masehi.
Jai: Kenapa Sri Krishna sangat penting?
Sri Krishna adalah inkarnasi Tuhan yang ke delapan. Tuhan turun ke dunia
mengambil wujud yang berbeda dari waktu ke waktu bila kejahatan mulai
mengganggu ketentraman dunia. Tuhan datang untuk meluruskannya. Beliau juga
mengirim para nabi dan guru untuk membantu manusia. Kelahiran dan kegiatannya
nyata dan setiap inkarnasi Avatāra datang dengan tujuan yang pasti. Dalam
Shrimad Bhāgavatam (atau Bhāgavad Purāna) dijelaskan secara rinci kesepuluh Avatāra
Utama Tuhan. Buddha, Moses, Jesus, Mohammad dan para nabi yang lain dari
berbagai kepercayaan juga termasuk inkarnasi Tuhan dalam ruang lingkup yang
lebih kecil. Pada akhir jaman yang dikenal dengan Kali Yuga, inkarnasi Kalki akan
datang dari masa depan yang sangat jauh.
Jai: Apakah Sri Krishna akan memberikan apapun yang kita
minta dalam doa atau pemujaan?
Nenek: Ya, Sri Kirshna akan memberikan engkau apa yang engkau inginkan (Gita
4.11), seperti keberhasilan dalam studi, jika engkau memujanya dengan penuh
kepercayaan. Seseorang boleh saja berdoa dan memuja Tuhan dengan segala macam
nama dan bentuk. Bentuk yang diambil Tuhan disebut diety. Seseorang juga bisa
memuja Tuhan tanpa bantuan bentuk.
Jai: Apakah kita masih harus belajar kalau ingin mendapat
nilai bagus dalam ujian?
Nenek: Ya, engkau harus melakukan tugasmu. Lakukan yang terbaik kemudian berdoa.
Tuhan tidak akan melakukannya untukmu. Engkau harus melakukan tugasmu. Tugasmu
haruslah bebas dari keinginan mementingkan diri dan tidak menyakiti siapapun.
Dengan demikian engkau akan terbebas dari ikatan Karmā.
Jai: Apa itu Karmā, nek?
Nenek: Karmā berasal dari kata Sanskerta yang berarti perbuatan. Karmā juga
berarti hasil perbuatan. Kata 'Karmā' sering diucapkan salah yaitu 'Karmā'.
Setiap perbuatan ada hasilnya yang disebut Karmā, bisa baik dan bisa buruk.
Jika kita melakukan perbuatan hanya untuk kenikmatan kita saja, kita
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Jika perbuatan kita menyakiti seseorang,
kita akan mendapat Karmā buruk, yang disebut juga dosa, dan kita akan menderita
di neraka karenanya. Jika kita berbuat baik kepada orang, kita mendapat Karmā
baik dan akan memperoleh pahala dan mendapat surga.
Karmā kita bertanggung jawab atas kelahiran kita apakah kita akan bahagia
atau menderita yang merupakan hasil dari perbuatan kita. Karmā bisa diumpamakan
kita mendepositkan uang yang berupa perbuatan baik dan buruk di bank. Kita
tidak akan terlahir kembali bila semua Karmā kita sudah dilaksanakan. Kebebasan
dari lingkaran kelahiran dan kematian disebut kebebasan, Nirvāna, Moksha atau
Mukti. Pada saat Mukti, seseorang akan menyatu dengan Tuhan.
Jai: Bagaimana kita bisa menghindari Karmā semasih hidup
dan bekerja dalam masyarakat?
Nenek: Cara terbaik agar tidak mendapat Karmā adalah dengan tidak melakukan apapun
untuk diri sendiri, tapi lakukan untuk kepentingan masyarakat. Ingatlah selalu
bahwa alam melakukan semuanya, sesungguhnya bukan kita pelakunya. Jika kita
sangat mempercayai hal ini dan bertindak sebagai abdi Tuhan, kita tidak akan
mendapat Karmā, dan Karmā masa lalu kita akan terhapus dengan kesadaran diri
sejati. Ketika semua Karmā habis, kita terbebas. Cara menyatu dengan Tuhan ini
disebut tindakan tanpa mementingkan diri (KarmaYoga).
Jai: Bagaimana cara kita menghilangkan Karmā dari
kelahiran sebelumnya?
Nenek: Ini pertanyaan yang sangat baik! Kesadaran diri sejati (atau Kesadaran
Tuhan) sama seperti api yang menghanguskan semua Karmā masa lalu. (Gita 4.37).
Tindakan tanpa mementingkan diri (KarmaYoga) mempersiapkan seseorang untuk
menerima kesadaran diri sejati. Seorang KarmaYogi secara otomatis mendapatkan
kesadaran diri sejati pada saatnya. (Gita 4.38). Seseorang dengan kesadaran
diri sejati tentang dirinya dan Tuhan disebut orang dengan kesadaran diri atau berkesadaran
Tuhan.
Jai: Adakah cara lain untuk mencapai kebebasan, nek?
Nenek: Ada Jai, ada beberapa cara untuk mencapai Tuhan. Cara ini disebut jalan
spritual atau Sādhanā. Segala kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat disebut
Yajna, Sevā atau pengorbanan. Jenis Yajna antara lain: (1) memberikan uang
untuk tujuan yang baik, (2) bermeditasi, melakukan pemujaan dan yoga, (3)
membaca kitab suci untuk mendapatkan kesadaran Tuhan, dan (4) mengontrol
pikiran serta panca indera. (Gita 4.28)
Tuhan senang pada orang yang secara tulus melakukan salah satu dari Yajna
ini dan berkenan memberikan hadiah yang berupa kesadaran diri untuk mencapai
Tuhan. Orang yang demikian akan menjadi bahagia dan damai. (Gita 4.39).
Jai: Bagaimana dengan orang yang memuja lambang Tuhan
setiap hari? Apakah mereka juga bisa menyatu dengan Tuhan?
Nenek: Ya, orang yang memuja lambang Tuhan dengan tulus akan menerima apapun yang
dia inginkan. (Gita 4.11-12). Kebanyakan orang Hindu memuja Tuhan dengan bentuk
yang disukainya untuk memenuhi keinginannya. Cara ini disebut jalan doa dan
pemujaan. Ada sebuah cerita dalam kisah Mahābhārata tentang seorang KarmaYogi
yang sangat berbakti dan merupakan murid ideal yang memuja gurunya untuk
memperoleh yang diinginkannya.
4. Ekalavya,
murid yang ideal
Guru Dronāchārya (atau Drona) adalah pengajar ilmu perang yang dipilih
Kakek Bhishma untuk mengajar semua Kaurava dan Pāndava bersaudara. Beberapa
pangeran lain juga belajar padanya. Drona sangat puas dengan pengabdian Arjuna
dan dia berjanji pada Arjuna: "Aku akan mengajarmu agar menjadi pemanah
terbaik di dunia".
Suatu hari seorang anak remaja bernama Ekalavya dari desa dekat Ashram
datang kepada Guru Drona ingin belajar keahlian memanah. Dia mendengar dari
ibunya tentang pemanah terbaik Dronāchārya, putra dari Rsi Bhāradvāja dan murid
Rsi Parashurāma.
Ekalavya adalah seorang anak yang kesehariannya di hutan, berasal dari
keluarga pemburu. Pada waktu itu, bahkan pada jaman ini, keluarga pemburu
dianggap sebagai masyarakat rendah. Drona bingung bagaimana caranya mengajar
pemuda dari keluarga pemburu dengan para putra mahkota. Jadi beliau memutuskan
untuk tidak mengajarkan ilmu memanah pada anak ini, seraya berkata: "Nak,
akan sangat sulit bagiku untuk mengajarmu. Engkau terlahir dengan keahlian
pemanah. Kembalilah ke hutan dan berlatihlah dengan kemauan yang dalam. Engkau
juga muridku. Semoga engkau menguasai ilmu memanah sesuai dengan
keinginanmu."
Kata-kata Drona merupakan anugrah bagi Ekalavya. Dia mengerti keadaan
dirinya dan yakin doa sang guru menyertainya. Dia membuat patung Dronāchārya
dari tanah liat, menaruhnya di tempat terbaik di pondoknya, dan mulai memuja
patung tersebut dengan hormat, dengan mempersembahkan bunga dan buah. Dia
memuja patung gurunya setiap hari, berlatih memanah dan akhirnya menguasai ilmu
memanah dengan sangat baik.
Ekalavya bangun pagi hari setiap hari, mandi dan melakukan pemujaan. Dia
selalu mengenang kata-kata, tindakan dan ilmu Guru Drona yang dilihatnya di
Ashram sang Guru. Dia dengan sangat yakin mengikuti perintah sang guru dan
terus berlatih.
Sementara Arjuna secara langsung menguasai ilmu memanah dari Drona,
Ekalavya mencapai tingkat keahlian yang sama dari jarak jauh. Kalau dia tidak
mengerti salah satu tehnik memanah, dia akan segera mengahadap ke patung Drona,
mengatakan masalahnya, dan menunggu dalam meditasinya sampai pertanyaannya
terjawab. Kemudian dia melanjutkan latihannya.
Cerita Ekalavya membuktikan bahwa seseorang bisa mencapai apapun dalam
hidup jika yakin dan bekerja keras mencapainya. Selanjutnya, diceritakan
tentang pangeran Kaurava dan Pāndava pada suatu hari berburu di hutan.
Ekalavya, seorang pemuda dengan kulit hitam, menggunakan baju dari kulit
harimau dan kalung kulit kerang, sedang berlatih memanah dengan serius. Anjing
pemburu yang menyertai para putra mahkota menggonggongnya. Mungkin dengan maksud
memperlihatkan keahliannya, Ekalavya melepaskan tujuh anak panahnya ke rahang
anjing yang sedang menggonggong dan semua anak panah tersebut menancap di mulut
anjing itu. Anjing itu lari menuju tuannya.
Para putra mahkota sangat terkejut melihat keahlian orang yang memanah
anjing itu. Mereka ingin tahu siapa pemanah tersebut.
Melihat hal ini, Arjuna, tidak hanya terkejut tapi juga khawatir. Dia ingin
dikenal sebagai pemanah terbaik di seluruh dunia.
Para putra mahkota mulai mencari pemanah yang mampu memanah anjing mereka
dalam waktu yang sangat singkat dan menemukan Ekalavya.
Arjuna berkata: "Keahlian memanahmu sangat luar biasa. Siapakah
gurumu?"
"Guruku Dronāchārya," jawab Ekalavya dengan rendah hati.
Arjuna terkejut mendengar nama Drona. Benarkah? Dapatkah guru yang sangat
dicintainya ini mengajarkan demikian banyak ilmu pada pemuda ini? Kalau benar,
bagaimana dengan janji yang telah diucapkan gurunya kepadanya? Kapan Drona
mengajar pemuda ini? Arjuna tidak pernah melihat Ekalavya di Ashram.
Ketika Drona mendengar cerita ini, dia ingat pada Ekalavya dan pergi
menemuinya.
Drona berkata: "Engkau telah belajar dengan sangat baik nak. Aku sangat
puas dengan hasilnya. Dengan pemujaan dan latihan, engkau telah mencapai hasil
yang luar biasa baik. Semoga keberhasilanmu menjadi contoh bagi yang
lainnya."
Ekalavya sangat bahagia dan berkata: "Terimakasih, oh Gurudeva! Aku juga
muridmu. Kalau tidak, aku tidak yakin bisa mencapai keahlian seperti
sekarang."
Drona berkata: "Jika engkau menerima aku sebagai gurumu, engkau harus
membayar kewajiban setelah latihanmu selesai. Pikirkanlah."
Ekalavya dengan tersenyum berkata: "Apa yang perlu dipikirkan Guru? Aku
muridmu dan gurulah guruku. Mohon katakan apa yang guru inginkan. Aku akan
mempersembahkannya walaupun aku harus mengorbankan
nyawa untuk itu."
"Ekalavya, aku harus meminta pengorbanan yang sangat tinggi darimu
untuk memenuhi janjiku kepada Bhishma dan Arjuna bahwa tidak seorangpun akan
mampu menandingi Arjuna dalam hal memanah. Maafkan aku, nak! Bisakah engkau
memberikan ibu jari tangan kananmu sebagai bayaranku?"
Ekalavya menatap Dronāchārya beberapa saat. Dia bisa memahami masalah Sang
Guru. Dia kemudian berdiri, berjalan ke arah patung Drona dengan mantap,
meletakkan jempol kanannya di atas sebuah batu, dan memotongnya dengan panah
yang digenggam di tangan kirinya.
Drona merasa menyesal melihat luka yang diderita Ekalavya dan sangat
tersentuh oleh pengabdiannya yang sangat besar. Drona memeluknya dan berkata:
"Nak, kasihmu pada guru tak tertandingi. Aku sangat puas memiliki murid
sepertimu. Tuhan selalu memberkatimu!"
Ekalavya mendapat kemenangan dalam kekalahan! Tanpa jempol kanan, ia tidak
bisa lagi menggunakan busur dengan baik. Tapi dia melanjutkan berlatih
menggunakan tangan kirinya. Dengan pengorbanan tertinggi, ia menerima kasih
karunia Tuhan dan menjadi pemanah kidal terbaik. Ia membuktikan bahwa tidak ada
yang bisa menghentikan upaya yang benar-benar tulus. Dengan tindakan dan
perilaku, Ekalavya, menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kedudukan tidak
ditentukan oleh masyarakat, tetapi oleh visi, kualitas pikiran dan hati.
Drona seorang guru besar, Jai. Tetapi ada banyak guru palsu di dunia yang
akan mencoba untuk menipumu.
Jai: Apakah kita perlu seorang guru untuk mencapai Tuhan?
Nenek: Kita pasti butuh guru untuk belajar semua subjek, spiritual atau material.
Tetapi untuk menemukan guru yang nyata tidak begitu mudah. Ada empat jenis
guru: pertama - yang mengetahui suatu subjek (guru), kedua - guru palsu, ketiga
- seorang Sad Guru dan ke-empat - Parama-Guru. Ada banyak guru palsu yang hanya
berperan sebagai seorang guru. SadGuru adalah guru yang mempunyai kesadaran
Tuhan dan sangat sulit ditemukan. Krishna disebut JagadGuru atau ParamaGuru,
guru alam semesta.
Ketika engkau lulus dari perguruan tinggi dan memasuki kehidupan berkeluarga,
engkau perlu menemukan seorang guru atau pembimbing rohani. Sementara itu,
ikutilah kitab suci dan budaya dan jangan pernah menerima kekalahan dalam
hidup.
Bab 4 Ringkasan: Tuhan turun ke dunia dari waktu ke waktu dalam wujud kehidupan untuk
memperbaiki keadaan di bumi. Tuhan memenuhi keinginan orang-orang yang
menyembah Beliau. Ada empat jenis praktek-praktek spiritual atau Yajna. Baik
pelayanan tanpa pamrih maupun kesadaran diri sejati membebaskan jiva dari
belenggu Karmā. Tuhan memberikan kesadaran diri untuk mereka yang melakukan
pelayanan tanpa pamrih. Kesadaran diri membakar semua Karmā masa lalu kita dan
membebaskan kita dari roda atau siklus kelahiran dan kematian.
Labels:
Bhagavad Gita Untuk Pemula
Thanks for reading JALAN PENGINGKARAN DIRI DENGAN KESADARAN. Please share...!
0 Komentar untuk "JALAN PENGINGKARAN DIRI DENGAN KESADARAN"