Voice Of Merta Mupu

Voice Of Merta Mupu : Cerita Tak Tertata

Motivasi Menulis

Channel Youtube

Cinta Monyet Bersemi Kembali



“Stooppp..” teriaknya sambil menghalangi motorku. Sempat kaget juga diperlakukan seperti itu sama cewek kelas 3 SMP.
“How are you, kakak?”
“Biasa aja, hanya isi kantong yang berbeda. Ngapain kamu ada disini?”
“Sudah pindah kesini sebulan yang lalu. Kakak sombong sekarang ya.. ”
“Biasa aja keless!”
Aku memang cuek sama dia, tak mau bila suatu saat nanti dia jatuh cinta pada orang yang salah. Mencegah itu lebih baik dan tak mau mempermainkan perasaannya, lebih baik menolaknya secara halus.
Setelah berlalu, aku mengelus dada. Cuma ingin ingin tahu kabar akan tetapi main cegat di jalan, kalau tertabrak gimana? Sempat dilihat sama teman sekolah, kakak kelas dulu, sudah menikah. Dia hanya tersenyum melihatku ngobrol sama anak SMP. Malu juga, makanya aku tak lama meladeni obrolan cewek muda belia, selain itu karena bukan seleraku.
Masih mendingan kalau digodain cewek SMP, bagaimana kalau digodain cewek kelas 9? [angkanya diputar,] garuk-garuk kepala. Rada-rada nyeleneh, aneh!
‘Weekk..’ gadis mungil itu menjulurkan lidahnya, bermaksud meledekku. Di gang sempit dekat tempatku kerja, anak ini sering bulak-balik sama temannya hanya untuk meledek aku. Kalau gak menjulurkan lidah, dia mengepalkan tangannya, mau ninju aku. Kadang aku ladeni juga ledekkannya dengan memberikan ciuman angin. Muacchh.. langsung deh ditiupkan ke arahnya melalui telapak tanganku.
Setiap dia lewat, saat mau sekolah atau pun mau ngaji, dia pasti menoleh ke tempatku kerja. Ketika mata saling bertemu, senyumnya tak mampu ia tahan. Senyum manisnya mampu menggodaku. Berminggu-minggu terus saja begitu, tak ada bosan-bosannya itu cewek. Seakan aku seperti magnet baginya, memaksanya untuk selalu menoleh ke arahku.
Kalau aku mencintai seorang cewek, juga bersikap seperti itu. Jika lewat di rumah cewek yang dicintai, bawaannya ingin menoleh, pokoknya ingin melihat wajahnya. Bahkan meski berusaha untuk tidak menolehnya, seakan-akan seperti sebuah magnet yang memaksa kepala ini untuk mengikuti medan magnet lainnya, itulah kekuatan cinta, mampu menggerakkan tubuh ini. Aneh memang. Tapi apakah gadis kecil itu mencintaiku? biarlah hanya dia yang tahu rahasia itu, tak ingin ku mencari tahu yang sebenarnya.
Nama gadis itu Nur Indah, sedangkan temannya yang lebih kecil Marsya. Nur Indah lebih cantik, tubuhnya bongsor. Sepertinya cewek ini dewasa tidak pada waktunya. Menurut temenku, sebelum kehadiranku, dia tak begitu peduli dengan penampilannya. Tapi kini, penampilannya seperti remaja yang sudah mulai menginjak dewasa, pakaiannya selalu bersih, rapi. Apalagi kalau pakai jilbab, anggun banget, so imut and so sweet.
Pernah aku diberi setangkai bunga mawar, dititip sama temannya yang cowok, masih kelas 4. Katanya bunga itu untukku, sudah dicium, dan aku diminta untuk mencium bunga itu. Gila ini anak, pikirku. Bikin geleng-geleng kepala.
‘Bli suka ya sama Indah? pasti pacaran ya!’ seloroh temannya itu, agak gendut. Aku tak mau menjawab pertanyaan anak kecil itu, cuma tersenyum geli, juga ada rasa malu ditanya seperti itu.
Ternyata sikap diamku dianggap sebuah jawaban. Besoknya, pagi-pagi aku melihat tulisan di tembok gang sempit itu, ‘Andika Love Indah’. Tentu aku takut, aku menyiram tulisan kapur itu pakai air. Tapi besoknya muncul lagi dengan tulisan tinta hitam. Aku biarkan saja, toh tak ada yang tahu siapa itu ‘Andika’, karena itu nama samaranku yang tak ada yang tahu selain aku dan anak-anak ingusan itu. Beruntung waktu dia nanya namaku pakai nama samaran.
Seiring perjalanan waktu, jika aku yang datang, dia seperti orang mau histeris, antara takut dan bahagia. Jinak-jinak merpati, jika jauh mendekat, bila didekati, dia menjauh. Kadang bikin jengkel, sehingga aku sering lempar dia pakai oasis atau kadang dilempar pakai bunga mawar yang sudah rusak, begitu juga dia dan temannya suka melempari aku pakai ranting kayu.
Sering bercanda seperti itu, membuatku kegenitan, keganjenan. Sore hari mau pulang kerja di gang sempit itu, aku dikeroyok dilempar pakai patahan batang bunga kamboja, bajuku jadi kotor. Kesel diperlakukan seperti itu, aku turun dari motor, ku kejar mereka. Aku hendak menangkap tangan Nur Indah, tapi tanganku lewat ke payudaranya. Dia kaget, aku diludahi, untung gak kena. Tapi mereka kompak menghujani aku dengan ranting-ranting bunga kamboja. Mereka bersorak merasa menang. Aku pun pulang tersenyum sendiri meski bajuku kotor.
Temenku yang biasanya ngledek aku bercanda dengan cewek itu, dia terkagum melihat perubahan penampilan cewek itu, semenjak ada aku. Kata temenku, kalau sudah dewasa, dia pasti akan menjadi idaman banyak lelaki.
Temenku menerka-nerka, jangan-jangan itu cewek bener-bener jatuh cinta sama aku. Dan kalau boleh jujur, dalam hatiku pun tumbuh hal yang sama, cinta monyet bersemi kembali. Tapi aku menepis semua perasaanku. Adalah kesalahan besar jika aku membiarkan perasaan itu berkembang dan membiarkan cintanya. Yang salah siapa dalam keadaan seperti itu? tentu aku bukan? anak semuda dia, mana dia tahu benar dan salah. Yang harus bisa menempatkan diri tentu aku.
Hampir setiap sore, dua gadis kecil itu, semakin berani menggodaku. Bulak-balik lewat sambil meledekku. Kadang dia menyuntingkan bunga kamboja di telinganya, semakin cantik kelihatannya. Saat mereka santai di gang sempit itu, aku pura-pura cuek, dan tak meladeninya bercanda. Sepertinya mereka kesel padaku. Aku dikatakan begini, begitu. Dibilang si ceking, karena kurus, lemot, pengecut. EGP! Emang gue pikirin?
“Kalau suka bilang aja suka, daripada mondar-mandir gak jelas, mendingan sini bantuin kakak..”
“Huuuu.. GR, sorry ya.. ihh siapa yang suka ama ceking” kompak keduanya berseru.
“Kalau gak suka, ngapain selalu mondar-mandir gitu, nglirik cowok dewasa lagi. Kamu itu masih kecil, gak boleh pacaran, belajar sana!” selorohku. Mendengar kata-kataku yang agak keras, wajahnya memerah, sepertinya malu.
“Ini kan jalan, siapa aja boleh disini.. jangan GR ya”
Aku terus mencoba menyadarkan gadis kecil itu. Di tempat kerja, aku sering bersembunyi di dalam, bosen juga itu anak, setiap bulak-balik di gang itu gak ada aku, akhirnya menghilang juga itu anak.
Sudah beberapa lama tak pernah muncul, hari libur sekolahan ini, mereka sering muncul lagi. Sama seperti biasanya, tapi kali ini penampilannya jauh lebih dewasa, benar-benar aku takjub dibuatnya.
“Indah semakin cantik aja.. beneran deh. Aku kagum melihat kecantikanmu..” selorohku, pujian dari hati yang tulus.
“Ihhh.. apaaann sih.. ” balasnya. Dia tertawa simpul, kemudian lari mendengar pujianku. Kayaknya mengena banget pujianku, soalnya memang datang dari hati. Ya begitulah, memuji cewek memang harus datang dari hati, biar nusuk ke jantung.
Aku mencoba memikirkan sikapku, perasaanku. ‘Apa-apan sih aku?’ hatiku sering protes pada diri sendiri. Aku bukan lagi anak-anak, bukan lagi ABG, aku sudah dewasa. Sudah seharusnya aku bisa memperlakukan gadis kecil seperti adikku, bukan sebagai orang yang dicintai.
Ah, pusing aku. Dilemma.. antara cinta, suka, status. Hari-hariku selalu saja diusik dua gadis kecil itu, tapi aku enjoy saja. Biarkan dia bosen sendiri asalkan aku tak melampui batas sebagai orang dewasa.
Aku diminta untuk cuek sama cewek itu, permintaan temenku yang sudah menikah, biar tak terlanjur. Siang hari lagi istirahat, aku godain mereka. Sudah dari pagi mondar-mandir gak jelas, hanya untuk meledekku. Kasihan juga.
“Indah mau gak jadi pacar kakak?”
“Ihh.. maaf ya. Kan sudah ada marsya”
Sepertinya Indah cemburu, karena aku kadang juga menggoda Marsya, sengaja aku seperti itu agar mereka sakit hati, biar benci.
“Gak mau nih.. kalau begitu, sama Marsya aja”
“Aku juga gak mau.. mbak Indah di mulut aja bilang gak mau, padahal dalam hati ‘Ya’” seloroh Marsya. Marsya dijambak deh sama Indah. Aku tertawa berhasil membuat mereka bertengkar. Tapi bercanda sih, tak sampai cakar-cakaran.
“Ehh jangan berantem. Kakak itu sudah punya istri tahuuu.. ntar bilangin loh sama istriku, biar dicari kesini”
Mendengar kata-kataku, mereka kaget bukan main. Mereka langsung nyroscos bilang kalau dia itu tak suka sama aku, tapi suka sama temenku. Aku bilang, kalau temenku itu sudah punya anak. Tambah kaget, wajahnya seakan mau menangis. Mereka langsung kabur. Waktu mau pulang kerja, Indah terlihat murung, kayak lagi bersedih. Tak tega juga melihatnya, tapi biarkan saja, biar mereka kapok. Aku juga gak enak, masak aku digodain ABG bau kencur.
Dua hari mereka tak muncul, tapi yang lebih kecil, Marsya datang lagi mondar-mandir. “Kamu dibohongi sama dia, dia belum punya istri, bahkan gak laku” ujar temenku, menunjuk ke arahku. Gadis itu berlari tertawa senang, dan memanggil temannya, Nur Indah.
Kesel juga dibilang tak laku karena belum punya istri. Sialan! biar tampang pas-pasan gini, masih laku di berbagai kalangan, dari yang daun muda hingga dewasa, dari yang tak berpendidikan hingga yang berpendidikan. Hanya saja, aku belum siap untuk membina rumah tangga. Masih mikir-mikir, apalagi semakin banyak melihat fenomena orang yang menikah grasa-grusu, ujung-ujungnya cerai.

Labels: catatan harian, Fiksi

Thanks for reading Cinta Monyet Bersemi Kembali. Please share...!

0 Komentar untuk "Cinta Monyet Bersemi Kembali"
Back To Top