Voice Of Merta Mupu

Voice Of Merta Mupu : Cerita Tak Tertata

Motivasi Menulis

Channel Youtube

Pencopet Profesional Bertemu Tuhan

Bapa dan Ibu Alam Semesta (ceritadewata.blogspot.com)


Pada suatu hari Dewi Parwati bertanya kepada Siwa, “Yang Mulia, Saya mendengar ada tempat suci untuk memuja Paduka bernama Kashi. Siapapun yang mengunjungi Kashi dan mempersembahkan doa kepada Paduka setelah mandi di sungai Gangga akan mendapatkan pahala untuk datang ke Kailasa dan tinggal disini selamanya. Benarkah itu?

Siwa menjawab, “Tidak semua orang dapat memperoleh pahala itu. Hanya mengunjungi Kashi dan mempersembahkan puja kepada patung-KU tidaklah cukup. Sekarang akan KU jelaskan kepada-MU. Marilah kita ke Kashi sebagai pasangan jompo. Engkau harus melakonkan suatu drama
Setelah percakapan itu di kahyangan maka Mahadewa (siwa) dan Ibu alam semesta menyamar ke dunia menjadi seorang kakek dan nenek.
Siwa dan Parwati menampakkan diri dihadapan pintu masuk pura Siwa. Parwati sebagai nenek berwajah buruk berumur 80 tahun dan Siwa sebagai kakek reot berumur 90 tahun. Siwa membaringkan kepala Beliau dipangkuan Parwati dan mulai mengerang karena amat kesakitan. Nenek tua itu menangis tidak berdaya. Ia memohon kepada setiap peziarah dengan berkata, “Oh, kalian, umat Tuhan, lihatlah kesini, ini suamiku. Ia amat kehausan dan mungkin akan meninggal setiap saat. Maukah anda menolong mengambilkan air minum baginya?. Saya tidak dapat meninggalkannya sendirian dan pergi mengambil air“.
Para peziarah keluar dari tempat permandian setelah upacara mandi di sungai Gangga. Pakaian mereka basah dan mereka membawa air dalam wadah kecil dari kuningan yang mengkilat. Mereka berkata, “Tunggu sebentar, kami akan mengurus suamimu setelah mempersembahkan air Gangga  yang suci kepada Vishvanatha (Tuhan Penguasa Jagat Raya)”.
Beberapa orang berkata, “Oh, alangkah menjengkelkan!. Mengapa para pengemis ini tidak bisa membiarkan kita memberikan persembahan dengan tenang“.
Yang lain berkata, “Seharusnya para pengemis tidak diizinkan duduk disini“.
Ada banyak orang yang berkerumun didekat pintu masuk pura. Seorang pencopet profesional berjalan bersama beberapa peziarah. Ia juga mendengar ratapan wanita jompo itu. Ia tidak tega melihat orang tua yang menderita dan nenek yang meratap. Ia berjalan dan menghampiri mereka dan berkata, “Ibu, apa yang ibu kehendaki? Kalian siapa?. Mengapa kalian disini?”.
Nenek itu menjawab, “Nak, kami datang kesini untuk mendapatkan darshan Vishvesvara. Tiba-tiba suamiku sakit dan pingsan karena amat kelelahan. Mungkin ia dapat bertahan hidup jika seseorang menuangkan air ke mulutnya yang kering. Keadaannya demikian gawat untuk kutinggalkan pergi mengambil air. Saya memohon kepada banyak orang agar menolong saya, tetapi tidak ada seorangpun yang mau berbagi, walaupun mereka membawa tempayan penuh air“.
Pencopet itu merasa iba. Ia membawa sedikit air di dalam tempat air dari labu kering. Nenek itu menghentikannya dan berkata, “Nak, suamiku mungkin akan meninggal setiap saat. Ia tidak mau menerima air kecuali orang yang memberinya air berbicara benar”.
Si pencopet tidak memahami artinya dan ia berkata, “Ibu, katakanlah apa yang harus saya lakukan?”. Dengan tertawa sinis ia berkata, Ibu, selama ini saya belum pernah melakukan perbuatan baik. Saya pencopet profesional. Satu-satunya perbuatan baik adalah apa yang akan saya lakukan sekarang, memberikan air kepada kakek yang sekarat ini. Ini benar“.
Dengan lembut dituangkannya sedikit air ke dalam mulut kakek tersebut. Tidak lama setelah si pencopet melakukan hal ini, pasangan tua itu lenyap dan sebagai gantinya berdiri Siwa serta Parwati dalam segala kemuliaannya.
Siwa berkata, “Nak, engkau sungguh akan memperoleh anugrah dari-KU. Tidak ada moralitas yang lebih luhur daripada mengatakan kebenaran dan tidak ada doa yang lebih mulia daripada melayani sesama manusia. Sekarang, semua dosa yang telah kau lakukan selama ini telah diampuni karena satu perbuatan baik ini”

Setelah membaca cerita tersebut diatas , nilai moral apa yang dapat kita petik? Lets Share…

OM NAMA SIWA YA.
Sebagaimana Pemimpin, Begitulah Rakyatnya

Sebagaimana Pemimpin, Begitulah Rakyatnya

rajni dharmini dharmisthah
pape papah same samah
rajanamnuvartante
yatha raja tatha prajah

(Nitisastra 13.8 ) English translation If the king is virtuous, then the subjects are also virtuous.
If the king is sinful, then the subjects also become sinful.
If he is mediocre, then the subjects are mediocre.
The subjects follow the example of the king. In short, as is the king so are the subjects.

Terjemahan bahasa Indonesia
kalau raja (pemimpin) saleh, rakyatpun saleh
kalau raja jahat, rakyatpun jahat
raja setengah saleh setengah jahat, rakyatpun demikian
rakyat hanya mengikuti sang raja, sebagaimana raja, begitulah rakyatnya.
Untuk memudahkan menghayati sloka diatas mari kita uji dengan kasus Kemedja made in Paal-Merah. dalam suatu berita lama pada jaman presiden Soekarno.
Presiden Soekarno sendiri pernah mengataken bahwa selama’nja memake kemedja bikinan dalem negri. Maka tida ada alesan oentoek kita poen soedi peke kemedja made in Paal-Merah, terboekti jang selama’nja kita liat Boeng Karno jang selaloe keliatan netjis…………
Hidoep mati’nja pabriek² di Paal-Merah tergantoeng dari pada pemake’nja. Djika kita pake productie dalem negri maka lambat laoen industri kita aken mendjadi besar, tapi sebalik’nja djika bangsa dewek tetep kegilaan barang² loear negri nistjaja pabrik² seperti di Paal-Merah aken soekar madjoe. Meliat kenjata’an sekarang ada menggembiraken dimana toko² kelontong lebih soeka djoeal kemedja² bikinan Paal-Merah dari pada bikinan loear negri. Kita dapet denger djoega lakoe’nja kemedja made ini Paal-Merah ada sanget keras, lantaran rakjat kebanjakan aken meniroe tingkah lakoe pemimpin’nja dan sekarang sesoedah Presiden kita mengakoe teroes terang bahwa kemedja jang dipake’nja ada made in Paal-Merah jang keliatan sanget netjis, maka rakjat jang tjinta pemimpin’nja aken tiroe apa jang menempel dibadan itoe pemimpin.
Upacara Tamat Sekolah Menurut Veda

Upacara Tamat Sekolah Menurut Veda

SAMAVARTANA SAMSKARA

Uduttamam varuna pasamasmad avadhamam vi madhyamam srathaya, Atha vayamaditya vrate tawanagaso aditaye syama.
(Rgveda: 1-24-15)

Oh Dewa Varuna (Varuna), lepaskanlah (uta) ikatan (pasam) di atas (uttamam) kami (asmat), lepaskanlah (ava) ikatan di bawah (adhamam), dan longgarkanlah ikatan di tengah (vimadhyamamsrthaya). Setelah lepas dari semua ikatan ini (atha), kami (vayhm) dalam hukum-Mu yang kekal (adityavrate) akan mencapai moksa (aditaye) dan menjadi (syama) bebas dari dosa. 

‘Oh Deva Varuna, bebaskanlah kami dari ikatan di atas dan bebaskanlah juga dari ikatan di bawah, serta bebaskan pula dari ikatan di tengah. Setelah bebas dari ikatan-ikatan tersebut, kami dalam hukum-Mu yang kekal akan mendapatkan moksa dan kami terbebas dari segala dosa’.

Samavartana samskara dilaksanakan setelah seorang anak menyelesaikan pendidikannya. Samavartana, berarti kembali ke rumah setelah menyelesaikan pendidikan. Anak, yang diharapkan bertapa dan dilarang hidup mewah saat dalam masa pendidikan, dapat berkumpul kembali bersama keluarga dan menikmati kehidupan duniawi. 

Sebelum meninggalkan sekolah (gurukula), guru akan memberikan nasihat terakhir agar sang murid mampu menghadapi dunia luar. Nasihat itu berbunyi sebagai berikut: 

Ye ke casmat sreyamsah brahma nah tesam,
Tvayasanena prasvasitavyam,
Sradhaya deyam asradhaya deyam,
Sriya deyam, hrya deyam, bhiya deyam, samvida deyam.

Yang berarti :
Bergaullah dengan orang-orang baik dan bijaksana.
Bersedekahlah dengan hati yang tulus (sraddha), tetapi meskipun tiada ketulusan, sebaiknya tetaplah bersedekah. 

Wahai anakku, bagikanlah kepada orang lain jika kau memiliki kekayaan berlimpah, bersedekahlah karena rasa malu bila kau tak rela, bersedekahlah demi kesejahteraan umat manusia).

Paraskara Grhasutra
(2-5-35) menjelaskan mengenai tiga snataka (wisuda), yaitu vidyasnataka, berarti murid yang hanya menyelesaikan pendidikan dan kemudian tidak meneruskan kehidupan brahmacari, Vratasnataka adalah murid yang tidak menyelesaikan pendidikan, namun menjalankan kehidupan brahamcari dengan jujur, Vidyavratanataka: murid yang menyelesaikan pendidikan dan menjalankan kehidupan brahmacari dengan benar. 




Dalam Chandogya Upanisad dibahas tentang konsep brahmacari. Ada tiga macam brahmacari, yaitu vasu brahmacari adalah murid yang menjalani kehidupan brahmacari selama 24 tahun, sedangkan rudra brahmacari selama 36 tahun, dan aditya brahmacari selama 48 tahun. Dengan konsep tersebut, guru dapat memberi beberapa pilihan kepada murid. Jika seorang murid hanya ingin menjalani kehidupan brahmacari selama 24 tahun, kemudian kembali ke rumah dan menikah, akan disebut vasu. Setelah itu, ia dapat hidup bermasyarakat dengan baik. 

Dalam samskara tersebut murid akan mengembalikan danda (tongkat) dan mekhala (sabuk sutera) yang didapat dalam upanayana samskara. Dengan demikian, samavartana samskara bertujuan agar anak yang telah selesai mempelajarai veda dan ilmu pengetahuan lain, bisa kembali ke rumah, bekerja dan menikah. Wisuda merupakan contoh samavartana samskara pada zaman sekarang.
Upacara Mulai Sekolah  (Belajar Veda)

Upacara Mulai Sekolah (Belajar Veda)

 VEDARAMBHA SAMSKARA
Bhur bhuvah svah, tat savitur varenyam
Bhargo devasya dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat.
(Yajurveda: 36-3)

Oh Tuhan yang memberikan kehidupan (bhuh) yang menjauhkan segala duka (bhuvah) yang memberi suka kepada penyembah-Nya (svah), pencipta jagat raya, sumber segala cahaya, pemberi segala kemakmuran (tat savituh), yang diinginkan manusia, yang selalu memberi kemenangan, Yang Mahaesa (devasya), Mahabaik dan yang menjadi sumber pemusatan pikiran (varenyam), penebus segala dosa, Mahasuci (bhargah), kami menerima (dhimahi) Tuhan yang demikian (tat). Oh Tuhan (yah), anugerahkanlah (pracodayat) budi yang baik (dhiyah) kepada kami (nah). 

‘Tuhan sebagai pemberi kehidupan, menjauhkan dari segala duka dan memberikan kebahagiaan. Sebagai pencipta jagat raya dan sumber dari segala cahaya dan pemberi kemakmuran, yang diinginkan oleh semua umat manusia. Tuhan yang selalu memberi kemenangan kepada manusia, yang merupakan Mahabaik dan menjadi pusat pikiran, penebus dosa yang Mahasuci, kami menerima Tuhan yang seperti itu. Oh Tuhan anugerahkanlah kepada kami budi yang baik’.


Vedarambha”, yang terdiri dari kata “Veda” (pengetahuan) dan “arambha” (mulai), berarti mulai menerima pengetahuan dari guru. Samskara tersebut sebaiknya dilaksanakan di sekolah oleh para guru. Pada zaman dahulu samskara tersebut biasa dilakukan di asrama atau di gurukula (keluarga guru) seperti yang terdapat di India sampai sekarang. Vedarambha Samskara penting bagi seorang anak karena melalui samskara penting bagi seorang anak karena melalui samskara tersebut ia mendapat Gayatri Mantra yang merupakan sumber segala Veda. 

Setelah samskara tersebut dilaksanakan, anak akan disebut brahmacari dan berhak mendapat pelajaran tentang Veda dan brahmacari. Brahmacari mempunyai makna mencari Tuhan ( “brahma” berarti Tuhan, “cari” berarti mencari). Salah satu caranya adalah dengan bertapa di gurukula. Anak yang baru pertama kali belajar di sekolah (gurukula) bersumpah untuk tinggal dengan setia di asrama yang pertama, yang disebut brahamcari.

Saat menjalani pendidikan seorang brahmacari harus mengendalikan semua indra dan tidak boleh berhubungan dengan wanita. Hal ini bertujuan agar dasar yang membentuk kepribadiannya kuat sehingga mampu menghadapi dunia setelah menyelesaikan pendidikan di gurukula.

Dalam samskara tersebut guru memberikan beberapa nasehat: satyam vada, dharmam cara, svadhyayanma pramad, matr devo bhava, pitr devo bhava, acarya devo bhava, atithi devo bhava (Taittiriya: 7-11-1- 4), yang berarti: Wahai anak, ucapkanlah selalu yang benar, selalu mengikuti dharma, jangan malas belajar, hormat kepada orang tua, guru dan para tamu yang datang meskipun tidak diundang.
Karman kuru, diva ma svapsih, krodhanrte varjaya, upari sayyam varjaya, berarti bekerjalah dengan rajin, jangan tidur pada siang hari, kendalikan kemarahan, jangan tidur di atas kasur yang empuk. 

Nasihat guru yang lain adalah engkau adalah seorang brahmacari, laksanakan selalu sandhya (sembahyang), minumlah acamana, pelajarilah Veda selama dua belas tahun, patuh pada ucapan guru yang benar, jangan ikuti ucapan yang tidak benar, jangan berhubungan kelamin, makan makanan sattvika, bersikaplah sopan, bicara seperlunya dan senantiasa hormat kepada guru. 

Konsep pendidikan Vidya dan Avidya juga diperkenalkan dalam samskara ini. Seseorang bisa mendapatkan moksa melalui vidya sedangkan melalui Avidya seseorang akan mendapatkan keahlian dan kematian secara terus menerus. Oleh karena itu, guru akan mengatakan kepada murid (sisya) sebagai berikut: tat tvam asi, aham brahma asmi dan brahma satyam jaganmithya, yang berarti Engkau adalah Dia (Tuhan), Atma itu sendiri adalah Brahma, hanya Brahma yang Mahabenar dan yang lain adalah maya. Melalui kata-kata tersebut dan dengan bertapa di dekat kaki guru, murid akan mendapatkan pengetahuan dan merasakan aham brahma asmi, yang artinya “saya adalah Brahman (Tuhan)”.
Upacara Menindik Anak

Upacara Menindik Anak

 KARNAVEDHA SAMSKARA

Bhadram karnebhih srnuyama deva bhadram pasyemaksabhir yajatrah,
Sthirair angaistustavam sastanubhir vyasemahi devahitam yadayuh.
( Yajurveda: 25-21)

Oh para deva (devah), semoga telinga (karnebih) kami mendengar (srnuyam) segala yang baik (bhadram). Oh kekuatan, Mahayadnya, semoga mata (aksabhi) kami melihat (pasyema) segala yang baik (bhadram). Tubuh (tanubhih) kami dengan anggota tubuh yang kuat (sthirai angai) memuja-Mu (tustavamsah) dan memperoleh (vyasemahi) umur (tat ayuh) sesuai dengan karma. 

‘Oh para Dewa! Semoga kami mendengar segala yang baik-baik dari telinga kami. Oh Makakekuatan, semoga kami dapat melihat yang baik-baik dengan mata kami. Semoga badan kami dengan anggota tubuh yang kuat dapat memuja-Mu dan dapat memperoleh umur sesuai dengan karma kami’.




Samskara kesembilan adalah Karnavedha Samskara. Karna, berarti telinga dan “vedha” berarti menindik. Menurut Katyayana Grhasutra, samskara ini sebaiknya dilaksanakan pada tahun ketiga atau kelima (karnavedho varsetrtiye pancame va). Sementara itu, Susruta membahas makna samskara tersebut, yaitu melindungi kesehatan anak dan mengenakan perhiasan (raksabhusananamittam balasya karnau vidhyate).
Dalam buku Cakrapani ditulis karnavyadhe krte balo na grahair abhibhutyate, yang artinya: dengan menindik telinga, pengaruh perbintangan (astrologi) yang jahat tidak bisa menyerang anak. Pendapat ini tidak sesuai dengan veda. Namun beberapa penyakit dapat dicegah dengan melaksanakan samskara tersebut seperti yang ditulis dalam Susruta, bahwa anak laki-laki akan terhindar dari penyakit hernia.
Menurut Susruta, sebuah urat akan terpotong saat telinga ditindik yang menyebabkan penyakit hernia bisa dihindari. Ulasan Susruta yang merupakan buku terkuno tentang ilmu bedah (surgery) belum mendapat perhatian para dokter modern. Melalui samskara tersebut, anak laki-laki maupun perempuan bisa mengenakan perhiasan. Perhiasan dikenakan dengan dua tujuan, yaitu untuk tampil menarik dan mendapatkan rasa nyaman (karena emas memiliki kekuatan sehingga mempengaruhi kesehatan pemakainya). Jadi karnavedha samskara bisa dilakukan bagi anak laki-laki maupun perempuan. Hal itu terbukti sampai sekarang sehingga kaum perempuan menindik telinga mereka. Bahkan pada zaman dahulu pria pun, khususnya para ksatriya melakukannya. Ada kemungkian samskara tersebut juga berkaitan dengan upacara potong gigi yang ada di Bali.
Samskara kesembilan dilakukan mulai dari menindik telinga sampai dengan potong gigi. Selain samskara tersebut, tidak ada samskara lain yang memiliki hubungan yang begitu dekat dengan upacara potong gigi. Dengan demikian, mantra di atas perlu diucapkan sebelum samskara tersebut dilaksanakan agar anak yang baru beberapa tahun selalu mendengar dan melihat yang baik-baik, dengan tubuhnya yang sehat dan kuat selalu memuja Tuhan, memiliki sifat-sifat menuju ke jalan yang benar.
 

Upacara Cukur Rambut Anak

MUNDANA SAMSKARA

Ayamagantsavita ksurenosne na vaya udakenehi,
Aditya rudra vasava undantu sacetasah somasya rajno vapata pracetasah.
(Atharvaveda: 6.68.1)

Wahai tukang cukur yang ahli (ayamsavita), datanglah (agan), dengan alat cukur (ksurena). Seperti angin (vayo) yang membawa air, datanglah membawa air hangat (usnena udakena ehi). Para cendekiawan (sacetasah) dan Brahmacari, yaitu Aditya, Rudra dan Vasu Brahmacari (aditya rudra vasavah) memberi anugerah kepada anak ini. Para ahli (pracetasah) mencukur anak (vapata) yang tenang dan bercahaya ini. 

‘Wahai tukang cukur rambut yang ahli, datanglah dengan alat cukurmu. Seperti angin yang datang membawa air embun yang hangat demikian juga engkau datang dengan air yang hangat. Para cendekiawan dan brahmacari yaitu Aditya, Rudra, dan Vasu, semoga semuanya memberi rakhmat kepada anak ini. Para ahli tukang cukur rambut mencukur rambut anak yang tenang dan bercahaya ini’.
Upacara Cukur Rambut Anak

Samskara kedelapan adalah Mundana Samskara.Mundana”, berarti tidak memiiki rambut atau gundul. Dengan dilaksanakannya samskara tersebut, rambut anak sebaiknya dipotong. Dalam mantra di atas terdapat kata usne na udakenehi yang berarti potonglah rambut dengan air yang hangat. Dengan demikian, diharapkan bayi tidak terluka dan terinfeksi alat cukur. 

Menurut Asvalayana Grhasutra, samskara kedelapan dilaksanakan pada tahun ketiga (1-17-1) trtiye varse caulam. Tetapi Paraskara Grhasutra (2-1-1) meyebutkan bahwa samskara tersebut juga bisa dilakukan setelah satu tahun (samvatsarikasya cudakaranam). Pada umumnya anak yang berusia enam sampai tujuh bulan sudah mulai tumbuh gigi. Saat usia tersebut anak biasanya mengalami sakit kepala, diare, rewel (menangis terus menerus) dan sebagainya. Untuk mengurangi hal-hal semacam itu, rambut anak sebaiknya dipotong agar kepalanya sejuk dan ringan. 

Mundane samskara berhubungan pula dengan perkembangan otak, terutama celebrum dan cerebellum, sampai sempurna. Setelah tiga tahun rambut yang dianggap kotor tersebut bisa dipotong sehingga tumbuh rambut yang baru serta berbagai macam penyakit kulit dapat dihindari. Pentingnya rambut bayi dipotong dijelaskan dalam Atharvaveda bahwa untuk mendapatkan umur panjang, rambut sebaiknya dipotong terlebih dahulu (6-8-2 :Dirghayutvaya). 

Dalam agama Hindu, konsep gundul memiliki makna khusus karena terdapat dalam salah satu Upanisad, yaitu Mundakopanisad. “Mundaka” , berarti orang yang telah menjadi gundul. Dalam konsep Catur Asrama seorang samnyasi tidak boleh memelihara rambut. Bahkan dalam Upanisad disebutkan bahwa Brahmavidya (pengetahuan tentang Tuhan) boleh diberikan kepada orang yang telah gundul (Sirovrata: 3-10). Orang gundul yang dimaksud adalah orang yang sudah melepaskan segala ikatan keduniawian dan memperoleh Vairagya.
 
Mantra di awal tulisan ini sebaiknya diucapkan sebelum memotong rambut. Melalui mantra tersebut dimohon supaya para Brahmacari, yakni Aditya, Rudra, dan Vasu yang memiliki kekuatan istimewa, memberikan anugerah kepada anak agar selalu bahagia dan memperoleh ketenangan dalam kehidupannya.
Upacara Anak Makan Pertama

Upacara Anak Makan Pertama

 Annaprasana Samskara

Annapatennasya no dehyanamivasya susminah,
Prappra datarantarisa urjan no dehi dvipade catuspade.
(Yajurveda: 11-83)

Oh Tuhan, sumber dari segala makanan, berikanlah (dehi) kami (nah) makanan (annasya) yang bergizi (susminah) dan tidak mengandung bibit penyakit. Jauhkanlah dari segala duka (tarisa) mereka yang membagi-bagi makanan (prapdatara). Berikanlah (dehi) kekuatan (urjam) kepada manusia dan semua hewan.
‘Oh Tuhan, Engkau adalah sumber dari segala makanan, berikanlah kami makan-makanan yang mengandung gizi dan tidak mengandung penyakit. Jauhkanlah kami dari segala duka dan berikanlah kekuatan kepada semua manusia dan hewan-hewan’.



Samskara ke tujuh adalah annaprasana samskara. Annaprasana samskara ini dilaksanakan saat anak berusia enam bulan, seperti disebutkan dalam Asvalayana Grhasutra 1-16-1: sasthe massi annaprasanam. Annaprasana, yang berarti makanan yang dimakan oleh anak pertama kali sejak kelahirannya. Dengan melaksanakan samskara tersebut, anak bisa disapih dari air susu ibu dan mulai diberi makanan yang lembut, misalnya bubur. Pada usia enam bulan biasanya anak sudah mulai tumbuh gigi sehingga makanan halus yang diberikan bisa dicerna dengan baik dan sedikit demi sedikit bisa disapih, karena bila ibu terus-menerus menyusui kesehatannya bisa terganggu.
Samskara tersebut perlu dilaksanakan karena dalam Veda ditulis: annam vai prana, yang berarti makanan adalah prana (napas) itu sendiri. Berkat makananlah pikiran dapat berkembang. Makanan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Makanan yang dimakan oleh seseorang berpengaruh terhadap pikiran. Jika dia seorang vegetarian (makanan sattvika), maka pikirannya juga sattvika (baik). Karena itu saat samskara tersebut dilaksanakan, anak yang berusia enam bulan bisa diberikan makanan sattvika dengan mengucapkan mantra dari Veda sehingga ia selalu makan makanan yang sattvika.
Di samping itu anak baik juga diberi madu dan susu. Dalam Ayurveda disebutkan bahwa madu dan susu penting bagi kesehatan anak. Dalam pelaksanaan upacara tersebut orang tua juga perlu mengucapkan mantra berikut: Om pranenannamasiya svaha, Om apanen gandhanasiya svaha, Om caksusa rupanyasiya svaha, Om srotrena yaso asiya svaha, (Paraskar 1-9-4), yang berarti semoga prana, apana, mata dan telinga selalu sehat dengan makan-makanan yang bergizi.
Dengan mengucapkan mantra di awal tulisan ini, makanan bisa diberikan kepada anak, mantra Annapate juga sebaiknya diucapkan oleh setiap orang sebelum makan. Menurut Veda, mantra yang perlu diucapkan sesudah makan adalah Om mo ghamannavam vindate apracetah satyam bravimi vadha itsa tasya, naryamanam pusyasti no sakhayam kevalagho bhavati kevaladi (Rg Veda 10-117-6), yang berarti orang yang makan sendiri tanpa membagi-bagikan kepada orang lain, berarti memakan dosa.
Upacara Bayi Keluar Rumah Pertama

Upacara Bayi Keluar Rumah Pertama

 Niskramana Samskara

Taccaksur devahitam purastacchukramuccarat, pasyema saradah satam jivema saradah satam srnuyama saradah satam prabravama saradah satam satamadinah syama saradah satam bhuyasca saradah satat.     
                        (Yajurveda : 36-24)
Dia (Tuhan/tat) melalui mata-Nya (caksu) menjadi petunjuk bagi semua makhluk dan maha penolong bagi para sarjana (devahitam). Dialah yang pertama (purastat) dan tertinggi (uccarat) dalam hal kekuatan (sukram) semoga kami bisa melihat ( pasyema ) selama seratus tahun (saradah satam), semoga kami bisa mendengar ( srnuyam) selama seratus tahun (saradah satam), dan bebas dari perbudakan (adinah) selama seratus tahun (saradah satam).
“Tuhan melalui sinar matanya, menjadi penunjuk jalan bagi semua makhluk dan Mahapenolong para sarjana, dia pertama dan tertinggi dalam kekuatan. Semoga kami dapat melihat selama seratus tahun, dan semoga kami dapat mendengar selama seratus tahun, bebas dari perbudakan selama seratus tahun, dan hidup bahagia lebih dari seratus tahun”.


Samskara yang ke enam adalah Niskramana Samskara. Niskaramana, berarti bebas ke luar. Maksudnya, bayi yang selalu berada di dalam rumah bersamaan sang ibu bisa dibawa ke luar rumah setelah dilaksanakan upacara Niskaramana Samskara. Dengan dilaksanakannya upacara tersebut, anak akan memperoleh udara segar dan cahaya Deva Surya. Deva Surya memberikan kehidupan baru bagi setiap orang di dunia ini. Melalui Samskara tersebut, anak akan melihat surya (matahari). Saat upacara orang tua sang anak harus mengucapkan mantra seperti di atas Tuhan berkenan memberi anak kehidupan selama seratus tahun. Pada malam hari setelah upacara selesai, sang ibu menyerahkan anaknya kepada sang ayah. Kemudian sambil membawa air di tangan, sang ayah berdiri menghadap bulan dan mengucapkan mantra : Om yadadascandramasi krsnam prthivya hrdayam sritam tadaham vidvanstatpasyan maham pautramagham rudam (Mantra Brahman : 1-5-13)

Menurut Gobhil Grhasutra : Niskramana, sebaiknya dilaksanakan pada bulan ketiga setelah kelahiran. (jannat yahtratiyah jautsnah tasya tratiyayam). Namun, Paraskara Grhasutra mengijinkan bila samskara tersebut dilaksanakan pada bulan keempat. Jadi tujuan dilaksanakannya Niskramana samskara adalah agar anak yang baru berumur beberapa bulan bisa diajak ke luar rumah agar mengenal lingkungan hidupnya dan mampu hidup lebih dari seratus tahun. Supaya anak tidak meninggal dunia atau tidak mendapat kesulitan dalam kehidupannya, orang tua perlu mengucapkan mantra demi keselamatannya sebagai berikut : ma aham pautram agham nigam, ma aham pautram agham risam, yang berarti semoga putraku berumur panjang dan tidak meninggal sebelum kami.
Setelah Samskara tersebut selesai, keluarga dan teman-teman mengucapkan mantra berikut : he balak tvam jiva saradah satam vardhamanah, yang berarti, wahai anak semoga kamu panjang umur dan hidup seratus tahun.
 
Upacara Memberi Nama Bayi

Upacara Memberi Nama Bayi

Namakarana Samskara
(Upacara Memberi Nama Anak)
 
Ko asi katamo asi kasyasi ko namasi, yasya te namamanmahi yam tva some natitrpama, bhurbhuvahsvah suprajah prajabhih syam suviro viraih suposah posaih.
                        (Yajurveda : 7.29)
Pada hari ini kami memberikan (amanmahi) nama kepadamu (te nama) dan kami juga memuaskan kamu (yam tva) dengan susu dari ibu (somena). Untuk itu, wahai anakku, siapa kamu (ko asi), kamu milik siapa (kasyasi), yang mana kamu (katamo asi), dan siapa namamu (ko namasi) Tuhan yang memberikan prana, kebahagiaan dan menjauhkan kita dari segala duka (bhur buvah svah) semoga kami mendapatkan keturunan yang baik (suprajah) dari semua golongan manusia (prajabhi) dan dari para ksatriya (viraih) mendapatkan keturunan yang sehat atau prawira (suvira) dan selalu berkembang sehat dengan makanan yang bergizi (suposah posaih).
“Pada hari ini kami memberikan nama kepadamu, dan juga memuaskanmu dengan air susu ibu. Untuk itulah, wahai anakku, siapakah sebenarnya kamu? Dan milik siapa? Dan yang manakah kamu? Siapakah namamu? Tuhan yang telah memberikan prana, kebahagiaan, dan telah menjauhkan kita dari segala duka. Semoga kami mendapat keturunan yang baik dari semua unsur gologan manusia dan para ksatriya mendapatkan keturunan yang sehat dan perwira yang berkembang dengan makanan yang sehat dan penuh gizi”.

Adat Jawa Dalam Memberi Nama Bayi

Samskara kelima adalah samskara yang bertujuan untuk membentuk manusia yang sejati. Samskara ini disebut Namakarana samskara atau samskara untuk memberikan nama kepada anak. Dalam Veda dikatakan bahwa nama yang diberikan kepada anak harus mempunyai makna dan tujuan yang bisa mengingatkan kepada anak supaya menjadi sesuai dengan nama yang telah diberikan. Dalam Laghu Pattrika dikatakan bahwa apapun yang kita pikirkan, demikian pula yang diucapkan, dan apa yang kita ucapkan hendaknya demikian pula yang kita lakukan. 

Dalam kesusastraan Sanskerta konsep sabda begitu penting. Melalui kata-kata kita bisa mencapai tujuan kehidupan. Orang yang mempelajari Upanisad mengucapkan Soham (saya adalah Dia) dan seorang pengikut Vedanta mengatakan aham bhrahma asmi

Kata-kata yang bermakna sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, demikian pula nama. Jika nama yang diberikan bermakna, seseorang bisa menjadi seperti namanya. Seperti Vivekananda, Viveka berarti pengetahuan, dan ananda berarti kebahagiaan sempurna. Dan Swami Vivekananda membuktikan hal ini. Beberapa hal dibahas dalam Samskara Vidhi yang ditulis oleh Swami Dayananda Sarasvati yang perlu dipelajari untuk memperdalam samskara-samskara tersebut. Menurut Swami Dayananda nama-nama yang tidak boleh diberikan kepada anak adalah mengambil nama jenis burung, binatang, nama-nama kota, dan sejenisnya. Dalam Manavadharmasastra (3-9) dikatakan bahwa wanita yang mempunyai nama yang berkaitan dengan naksatra, pohon, sungai, gunung, burung, dan ular sebaiknya dihindari. Hal tersebut disebabkan karena nama-nama tersebut tidak bisa memberikan sesuatu, sehingga nama-nama tersebut perlu dihindari. Dengan demikian nama-nama yang perlu diberikan kepada anak adalah nama-nama yang dalam pengucapannya enak dan tidak sulit diucapkan. 

Nama yang dalam satu suku kata mengandung beberapa konsonan perlu dihindari untuk menghindari pengucapan yang sulit dan kesalahan pengucapan. Dalam Samskara Vidhi juga dikatakan bahwa beberapa huruf baik konsonan dan vokal yang perlu digunakan dalam sebuah nama, yaitu konsonan meliputi gha, na, ja, jha, na, da, dha, ba, bha, ma, ya, ra, la, va, dan ha, dan vokal meliputi (pendek), (panjang), i (pendek), dan (panjang). Tujuan dari penggunaan huruf tersebut adalah mudah untuk diucapkan dan mempunyai suara merdu. 

Dalam Caraka Samhita dikatakan bahwa nama yang akan diberikan kepada anak perlu dikaitkan dengan Naksatra dan Muhurta. Untuk memahami dengan mudah, setiap hari ada dewa-dewa yang khusus, sehingga pemberian nama sebaiknya berkaitan dengan dewa-dewa tersebut. Seperti dalam kalender Hindu terdapat 16 tithi dan 14 hari yaitu tanggal 1 sampai dengan 14 dan ditambah dua hari, yaitu purnama dan tilem. Enam belas hari itu mempunyai 16 dewa tersendiri, nama-nama yang diberikan hendaknya berkaitan dengan dewa-dewa tersebut. Dewa-dewa tersebut berurutan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 14 dan purnama dan tilem, yaitu Brahma, Tvastr, Visnu, Yama, Soma, Kumara, Muni, Vasu, Siva, Dharma, Rudra, Vayu, Kama, Ananta, Visvedeva dan Pitar

Mantra di atas perlu diucapkan pada waktu memberikan nama kepada anak. Para keluarga dan teman-teman yang hadir dalam upacara tersebut mengucapkan mantra untuk keselamatan anaknya sebagai berikut: he balak, tvam ayusman varcasvi tejasvi sriman bhuyah. Terjemahan, wahai anak, semoga kamu panjang umur, memiliki pengetahuan, menjadi dermawan, mempunyai cahaya, dan memiliki kekayaan. Dengan demikian Namakarana samskara hendaknya dilaksanakan pada hari kesebelas.
 
Upacara Bayi Baru Lahir

Upacara Bayi Baru Lahir

Jatakarma Samskara


Tryayusam jamadagneh kasyapasya tryayusam,
yaddevesu tryayusam tanno astu tryayusam.
                    (Yajurveda : 3.62)
Semoga kami (nah) mendapatkan (astu) umur yang panjang tiga kali lebih (trayusam) dibandingkan dengan seorang yang melaksanakan yajna (trayusam jamndagneh), seorang petani (kasyapasya trayusam), dan seseroang yang mempunyai sifat-sifat kedewataan (yaddevesu trayusam) seperti mereka mendapatkan umur yang panjang, demikian juga kami sekeluarga semoga mendapatkan umur yang lebih panjang dari mereka.
“Semoga kami memperoleh umur panjang tiga kali lebih panjang dari orang yang melakukan yajna, dari petani, dan dari seseorang yang memiliki sifat-sifat kedewataan. Seperti mereka yang mendapatkan umur panjang, demikian pula kami juga mendapatkan umur yang lebih panjang tiga kali lipat dari mereka”.

Ritual Bayi Baru Lahir

Garbhadhana, Simantonayana dan Punsavana Samskara dilakukan pada waktu bayi berada dalam kandungan ibu dan ketiga upacara ini disebut prenatal. Sedangkan samskara keempat, yaitu Jatakarma dilakukan setelah bayi lahir ke dunia ini. Sebelum bayi lahir, ibu dan faktor keturunan sangat berpengaruh terhadap bayi. Tetapi setelah bayi lahir, lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap bayi. Jatakarma, berarti setelah bayi lahir perlu dilakukan beberapa hal supaya anak yang lahir ke dunia ini mendapat lingkungan yang baik hingga menjadi manusia yang baik pula. 

Setelah lahir, muka dan hidung bayi perlu dibersihkan supaya dia bisa menerima air susu ibunya dengan baik. Dalam Susruta dikatakan bahwa dalam upacara tersebut ibu dan ayah bayi tersebut sebenarnya menulis AUM di atas lidah bayinya dengan madu, yang berarti semoga bayi mengingat dan mengucapkan kata-kata AUM. Setelah itu, ibu dan ayah bayi dalam upacara tersebut perlu mengucapkan kata-kata AUM, “vedo asi” di telinga bayi yang berarti namamu adalah Veda. Dengan demikian ibu dan ayah memberikan nama Veda. Yang dimaksud di sini adalah supaya anak memiliki pengetahuan melalui Veda, selalu mendengarkan dan mengikuti ajaran Veda. Tujuan menulis “Omkara” pada lidah bayi dan mengucapkan “vedo asi” di telinga bayi adalah supaya anak tidak terlalu terpengaruh oleh sifat-sifat duniawi dan menuju kebenaran atau lebih mengutamakan kehidupan spiritual. 

Pada waktu menulis “Omkara” di atas lidah bayi perlu diucapkan mantra dari Asvalayana Grhasutra, sebagai berikut : Om prate dadami madhuno ghrtasya vedam savitra prasutam maghonam ayusman gupto devatabhih satam jiva sarado loke asmin (Asvalayana Grhasutra : 1.15.1). Artinya adalah : Kami meneteskan manu madu dan mentega yang semuanya disiapkan oleh raja kekayaan, yaitu Tuhan. Dengan mengetahui hal itu, semoga kamu hidup di dunia ini selama seratus tahun”. Yang dimaksud di sini ialah tetesan madu, mentega dan tulisan “Omkara” sekaligus memperkenalkan makanan dan minuman supaya anak yang baru lahir tersebut bisa hidup sehat dan dengan makanan yang sattvika dia dapat hidup seratus tahun tanpa mendapat penyakit. Dalam mantra Brahmana dikatakan bahwa madu dan mentega adalah makanan yang merupakan kehidupan dan amrta. 

Mantra yang perlu diucapkan untuk keselamatan ibu adalah : Om idasi maitravaruni vire viramajijanathah satvam viravati bhava yasman viravatoakarat (Paraskar Grhasutra 1.16.19). Artinya adalah : Semoga kamu memiliki budi seperti Deva Mitra dan Varuna, semoga kamu selalu melahirkan anak yang sehat untuk melanjutkan keturunan yang baik. Dalam Jatakarma Samskara, ibu sebelum memberikan susu kepada bayinya perlu mengucapkan mantra berikut : Om imam stanamurjas vantam dhayapam prapina magne sarirasya madhye, utsan jusasva madhu mantamarvantsamudriyam sadanama visasva (Yajur veda. 17.87). Artinya adalah “Oh anakku, minumlah susu ibu ini yang penuh dengan energi dan kekuatan“. Dalam Ayurveda dikatakan anak yang mendapatkan air susu ibu akan tumbuh dengan baik dan sehat, karena air susu ibu adalah makanan yang paling baik untuk kesehatan bayi. 

Setelah selesai upacara perlu diucapkan mantra dari Atharvaveda oleh keluarga sebagai berikut Om vivasvanno abhayam krnotu yah sutrama jiradanuh sudanuh, iheme vira bahavo bhavantu gomadasvavan mayyastu pustam. (Atharva veda : 18.3.61). Terjemahan : Semoga Tuhan memberikan perlindungan, memberikan kehidupan, memberikan segala-galanya, menjauhkan kita dari kegelapan, Tuhan seperti itu memberikan abhayam (tanpa ketakutan) dan di rumah ini selalu lahir putra yang baik dan binatang-binatang terpelihara, dan selalu mendapatkan perlindungan. 

Dengan demikian dalam jatakarma samskara dimohon kepada Tuhan semoga anak yang lahir mendapat umur panjang. Dalam mantra di atas, seperti seorang pelaksana yajna selalu mendapat umur panjang, demikian pula seorang petani yang bekerja keras untuk menghasilkan kebutuhan manusia (oleh karena itu petani disebut ayahnya makanan). Petani sangat mendapat kehormatan dalam Veda. Setelah pelaksana yajna dan petani, yang ketiga adalah seorang yang memiliki sifat-sifat kedewataan. Menurut Veda, ketiga orang tersebut selalu akan mendapatkan kedamaian dan mendapatkan umur panjang. Demikian juga, dengan pelaksanaan jatakarma samskara dimohon kepada Tuhan semoga anak yang lahir mengikuti ketiga orang tersebut dan hidupnya semoga lebih panjang dari mereka.

Upacara Bayi Dalam Kandungan ,Ritual Mempengaruhi Bayi Dalam Kandungan

Upacara Bayi Dalam Kandungan ,Ritual Mempengaruhi Bayi Dalam Kandungan

Simantonayana Samskara


Rakamaham suhavam sustuti huve srnotu nah subhaga bodhatu tmana, Swyatvapah sucyacchidyamanaya dadatu viram sata dayamukthayam.
                        (Rgveda : 2.32.4)
Saya sebagai suami (aham) dengan sopan (suhavam) dan bahasa yang halus (sustuti) memanggil (huve) istriku yang bercahaya seperti bulan purnama (rakam). Demikian juga yang beruntung (subhaga) mendengarkan kata-kata kami (nah srnotu) dan selalu menerima keinginan kami dalam hatinya (bodhatsucya) demikian juga istri ini melakukan tugas sehari-hari (grihastha) dengan baik (apah sivyatu) istriku seperti ini melahirkan anak yang menolong dunia dengan ratusan tangan (sata dayam) dan mendapat sanjungan dari masyarakat (ukh-thyam) supaya lahir putra yang kuat (viram) yang akan dapat menyumbangkan kemampuannya untuk masyarakat (dadatu).
“Saya sebagai seorang suami dengan sopan dan dengan bahasa yang lemah lembut, memanggil istriku yang bercahaya bagaikan bulan purnama. Demikian pula halnya yang telah mendengarkan kata-kata kami dan menerima keinginan kami dalam hati yang tulus ikhlas. Seperti halnya jarum yang menjahit kain tebal, demikian juga dengan istriku yang menjalankan tugas grihastha sehari-hari dengan baik. Seperti halnya seorang istri melahirkan anak yang dapat menolong dunia dengan ratusan tangan dan mendapatkan pujian dari masyarakat. Semoga lahir putra yang kuat agar nanti dapat menyumbangkan kemampuannya untuk masyarakat”.
Pumsavana Samskara perlu dilakukan demi kesehatan bayi agar berkembang dengan baik, demikian juga Simantonayana Samskara perlu dilakukan demi perkembangann mental bayi, agar sehat (mental development). Simant berarti perkembangan pikiran, dengan demikian Simantonayana berarti melalui samskara tersebut ibu memperhatikani bayinya supaya dapat berkembang dengan mental yang sehat.
Para rsi percaya bahwa melalui samskara (upacara) tersebut, manusia bisa diubah sesuai dengan keinginan ayah ibu mereka. Susruta menjelaskan bahwa samskara tersebut perlu dilakukan bulan keempat atau kedelapan. Dikatakan bahwa pada bulan kelima, pikiran bayi yang berada dalam kandungan mulai berkembang, sedangkan bulan keenam budi, bulan ketujuh anggota badan, dan bulan kedelapan cahaya ojas (pancamane manah prati budhataram bhavati). Dengan demikian sampai bulan kedelapan bayi yang ada dalam kandungan telah memiliki pikiran, budi, dan hati. 

Dalam bahasa Sanskerta ibu disebut dauhrda yang berarti memiliki dua hati, yaitu hatinya sendiri dan bayi yang berada dalam kandungan karena bayi hanya memiliki karma dari kehidupan sebelumnya dan sekarang akan bergabung dengan karma ibu. Supaya pengaruh terhadap bayi menjadi baik, perlu dilakukan upacara, Simantonayana karena apa pun yang dirasakan oleh ibu akan mempengaruhi bayinya.
Dalam Susruta dikatakan, jika ibu yang sedang mengandung anak dengan upacara-upacara keagamaan, ia akan melahirkan anak yang tertarik terhadap agama. Demikian juga jika ibu selalu memikirkan tentang dewa-dewa, anak yang akan lahir akan memiliki sifat kedewataan : devata pratimayam tu prasute parsado-pamam. (Susruta). Begitu besar pengaruh pemikiran ibu terhadap bayinya, sehingga apa pun yang dilakukan oleh ibu sangat berpengaruh terhadap bayinya. 

Seperti diketahui ketika Abhimanyu sedang dalam kandungan, Arjuna bercerita kepada istrinya tentang sebuah Cakra Vyuha, yaitu salah satu strategi peperangan. Pada waktu Arjuna menceritakan kepada istrinya, Abhimanyu yang masih berada dalam kandungan mendengar semua. Setelah hampir semua cerita strategi peperangan itu selesai istrinya tertidur, sehingga tidak sempat mendengar secara lengkap. Abhimanyu, yang sudah dewasa bila menghadapi lawan-lawannya akan masuk ke dalam Cakra Vyuha. Karena ibunya tertidur pada waktu ia masih dalam kandungan, Abhimanyu tidak tahu bagaimana caranya untuk ke luar : Lalu Abhimanyu dibunuh dalam Cakra Vyuha (Cakra Vayu)

Perlu diupayakan agar anak berkembang dalam kandungan dengan sempurna dan lahir dengan kekuatan mental yang sehat. Untuk itu, perlu diucapkan mantra: yatheyam prthivi mahyuttana garbhma dadhe, vam tam garbhama dhehi dasame masi sutave. (Asvalayana : 1.14). Artinya, seperti ibu prthivi yang luas dan besar mempunyai banyak tumbuhan dalam kandungannya, istriku mempunyai bayi dalam kandungan selama sepuluh bulan dengan baik. Di samping itu, istri perlu diberikan doa oleh para brahmana: Semoga kamu mempunyai keturunan yang perwira, semoga kamu melahirkan anak yang hidup, dan semoga kamu menjadi istri suami yang hidup. Virasustvam bhava, juasustavam bhava, jivapatni tvambhava (Ghobil: 2.7.12).
Upacara Bayi Dalam Kandungan

Upacara Bayi Dalam Kandungan

Punsavana Samskara (Upacara Bayi Dalam Kandungan).
*di Bali disebut Upacara Magedong-gedongan



Suparnosi garutmam strivrtte siro gayatran caksur brhad rathantare paksau, stoma atma chandamsyangani yajumsi nama, sama te tanurvamadevyam yajnayajniyam pucchan dhisnyah saphah, suparnosi garutman divan gaccha svah pata.
                        (Yajurveda : 12-4) 

Wahai, bayi yang ada dalam kandungan, kamu adalah seperti seekor burung (garutmanasi) yang bersayap indah (suparnah) pikiranmu mempunyai tiga pengetahuan yaitu jnana, karma dan bhakti (te sirah trivrtah). Dalam jnana marga, Gayatri Mantram menjadi tujuan (gayatram te caksu). Dalam karma marga, seperti rodanya kereta kuda berjalan dengan cepat demikian juga kamu menjalani karma-mu (brhat rathantare te paksau). Dalam bhakti marga atma-mu memuja Tuhan (stomah te atma) anggota badanmu sebagai candra itu sendiri dari Yajurveda (yajunsinam chandansyangani) nyanyian Samaveda adalah badanmu (vamadevyam sama te tanuh). Karma yang baik adalah yajna dan karma yang tidak baik adalah ayajna. Karena karma tersebut adalah seperti seekor burung (yajjnayajniyam puccham) yang mencengkeram bertengger dengan kukunya yang kuat demikian juga kamu hidup atas dasar budimu (sapha dhisnyah). Wahai anak seperti seekor burung yang indah (suparnoasi garutman) seperti seekor burung terbang di antariksa loka demikian juga kamu setelah lahir di bumi ini dan mempunyai sifat yang baik untuk mendapatkan moksa

“Wahai bayi yang ada dalam kandungan ibu, kamu diibaratkan seekor burung yang memiliki sayap yang indah dan dalam pikiranmu terdapat tiga pengetahuan yaitu jnana, karma dan bhakti. Dalam jnana marga, Gayatri Mantra merupakan tujuanmu, dalam karma marga seperti kereta kuda di mana terdapat roda-roda kereta yang meluncur dengan cepatnya, demikian juga kamu menjalankan karma. Dalam bhakti marga, atmamu selalu memuja Tuhan”.


Upacara Sebelum Kehamilan

Upacara Sebelum Kehamilan

Garbhadhana Samskara (Upacara Sebelum Kehamilan)


Yatheyam prthivi mahi bhutanam garbhamadadhe,
Eva te dhriyatam garbho anu sutum savitave 
(Atharvaveda : 6.17.1)

Seperti (yatha) bumi yang luas ini (iyam mahi prthivi) menetapkan sejumlah makhluk dalam kandungannya (bhutanam garbhamadadhe) demikian juga wahai istriku kamu (te) menjadi hamil (garbho anu dhriyatam) dan kehamilan tersebut melahirkan seorang anak seperti surya yang penuh dengan cahaya dan sinar.
“Seperti halnya bumi yang luas ini, mengandung semua makhluk, demikian juga oh istriku engkau menjadi hamil dan dari kehamilan tersebut dapat melahirkan seorang yang seperti sang surya penuh dengan cahaya dan sinar”.

Mantra tersebut berasal dari Atharvaveda yang membicarakan tentang Garbhadhana samskara atau upacara sebelum kehamilan. Mantra tersebut perlu diucapkan sebelum suami istri mempunyai keinginan untuk mendapatkan keturunan atau anak. Dalam Susruta 1.35, dikatakan bahwa waktu untuk pernikahan pria di atas 25 tahun dan wanita dan di atas 16 tahun dan tidak boleh di bawah umur ini. Jika seorang anak lahir dari kandungan ibu di bawah umur ini, anak yang akan lahir kurang sempurna dan akan cepat meninggal.
Upacara Garbha Samskara

Dalam Manawa Dharmasastra 3.40.50 dikatakan bahwa waktu yang paling cocok untuk melakukan hubungan suami istri untuk menghasilkan anak adalah 16 hari setelah mulainya menstruasi. Empat hari setelah masa menstruasi atau setelah hari kelima sampai hari ke dua belas hari sejak selesai menstruasi dan jika hamil, anak yang lahir akan sempurna dan sehat serta bijaksana. Jika wanita hamil setelah hari kedua belas, anak yang lahir akan kurang sempurna dalam umur, kesehatan, kekayaan, keuntungan, kekuatan dan warna (tasu utarottaramayuh arogya).
Dalam Manusmrti dikatakan, jika menginginkan anak yang lahir laki-laki, hubungan perlu dilakukan setelah selesai menstruasi, yaitu empat hari dan malam ke 6, 8, 10, 12, 14 dan 16. Di sini, tiga hitungan dari belakang tersebut akan lahir bayi laki-laki yang bagus. Tetapi, jika menginginkan anak perempuan, hubungan perlu dilakukan setelah menstruasi pada malam ke 5, 7, 9 dan 15. Dikatakan pula, jika terjadi kelebihan sperma dari laki-laki yang menyebabkan yang lahir laki-laki dan kelebihan sukra dari istri akan melahirkan anak perempuan.
Sebelum melakukan hubungan suami istri perlu diucapkan mantra berikut : Om Agni vayucandrasuryah prayascittayo yuyam devanam prayascittayah stha brahmano vo nathakama upadhavami yasyah papi laskmi stanusta masya apahat svana. (Gobhilgrhasutra-5). Terjemahan : “Oh Dewa Agni, Vayu, Candra dan Surya, Engkau semua adalah dewa yang menyucikan segala prayascitta, seperti api mengeluarkan kotoran-kotoran, menyucikan sebuah barang dan lalu menjadikannya murni kembali. Dengan keinginan untuk mencari Tuhan, saya mencari perlindungan para dewa supaya istriku bilamana pernah mendapatkan kekayaan dengan tidak melalui jalan dharma sehingga menimbulkan dosa, mohon dimaafkan”.
Beberapa hari setelah diketahui istri hamil, perlu diucapkan mantra : Om suryo no divaspatu vato antariksat, agnirnah, parthivebhyah. (Rgveda. 10.158.1). Terjemahan : “Oh Dewa Surya, anugerahilah dari surga loka dan lindungilah jabang bayi yang masih dalam kandungan ini, demikian juga semoga Dewa Bayu memberikan anugerah dari antariksa dan dari bumi Dewa Agni melindungi”.
Ada pula mantra lain yang perlu diucapkan yang berasal dari Rgveda : Dasa masanchasa yanah kumaro adhi matari, niraitu jivo aksato jivo jivantya adhi. (Rgveda. 5.78.9).
Aku Adalah Tuhan

Aku Adalah Tuhan



Ungkapan Aku adalah Tuhan terdapat didalam Mahawakya. Mahavakyas (mahāvākya, महावाक्य; jamak: mahāvākyāni, महावाक्यानि) adalah ungkapan Luhur dan Universal” dari Upanishad, teks-teks dasar Vedanta. Meskipun ada banyak Mahavakya, empat dari mereka, satu dari masing-masing dari empat Veda, yang sering disebut-sebut sebagai “Mahavakyas subyek dan esensi dari semua Upanisad . Semua Mahavakyas Upanishad mengungkapkan satu pesan yang universal dalam bentuk pernyataan singkat dan ringkas. Dalam penggunaan bahasa Sansekerta kemudian, namun istilah mahāvākya berarti juga wacana, dan secara khusus, wacana pada topik filsafat yang tinggi.sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Empat pernyataan Upanishad menunjukkan kesatuan akhir dari jiwa atau roh (Atman) dengan Tuhan (Brahman).  Mahawakya tersebut adalah sebagai berikut;

1. prajñānam brahma - Kesadaran adalah Brahman( Aitareya Upanishad 3,3 dari Rig Veda)
2. ayam ātmā brahma- Diri ini (Atman) adalah Brahman(Mandukya Upanishad  1,2 dari Atharva Veda)
3. tat tvam asi - “Engkau adalah itu atau engkau adalah Tuhan(Chandogya Upanishad 6.8.7 dari Sama Veda)
4. aham brahmāsmi- Aku adalah Tuhan (Brahman)(Brhadaranyaka Upanishad 1.4.10 dari Yajur Veda)

Ajaran ini sangat erat kaitanya dengan ajaran syek siti jenar, Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan serta beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan, maksud sebenarnya bahwa jiva ini adalah Tuhan ayam ātmā brahma . Syekh Siti Jenar juga  memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi olehnya. tentang hidup yang sesungguhnya adalah setelah mati juga tersirat didalam bhagavad gita. Syek Siti Jenar aslinya adalah seorang Brahmana Majapahit, hanya saja  menyamar sebagai Ulama karena takut . Ajaran tentang filsafat tertinggi ini sangat sulit dipahami oleh orang yang tidak memahami tentang siapa sesunguhnya “sang Aku” d, dengan kata lain sangat sulit dipahami oleh orang yang tidak mengetahui ajaran tentang atman atau Jiwa. sedikit uraian tentang roh Dalam Bhagavad Gita dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman
Bhagavad-Gita II sloka 23, 24, dan 25 :

Sloka Artinya:

nai’nam chhindanti sastrani

na chai’nam kledayanty apo

na soshayati marutah

Senjata tidak dapat melukai Dia

dan api tidak bisa membakar- Nya

angin tidak dapat mengeringkan Dia

dan air tidak bisa membasahi- Nya

Achedyo ‘yam adahyo ‘yam

akledya ’soshya eva cha

nityah sarwagatah sthanur

achalo ‘yam sanatanah

Dia tidak dapat dilukai, dibakar

juga tidak dikeringkan dan dibasahi

Dia adalah abadi, tiada berubah

tiada bergerak, tetap selama- lamanya.

Awyakto ‘yam achintyo ‘yam

Awikaryo ‘yam uchyate

tasmad ewam widitasi ‘nam

na ‘nusochitum arhasi.

Dia dikatakan tidak termanifestasikan

tidak dapat dipikirkan, tidak berubah- ubah

dan mengetahui halnya demikian

engkau hendaknya jangan berduka.



Perkataan Dia dan Nya dalam sloka ini sama dengan atma. Jadi atma itu dikatakan mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak terpikirkan. Oleh karenanya atma itu tidak dapat menjadi subyek maupun obyek dan tindakan atau pekerjaan. Dengan perkataan lain atma itu tidak terkena oleh akibat perubahan- perubahan yang dialami pikiran, hidup, dan badan jasmani. Semua bentuk ini bisa berubah, datang, dan pergi, tetapi atma itu tetap langgeng untuk selamanya.

Tulisan Terkait:
T
Tuhan Yang Mencintai Semua Orang

Tuhan Yang Mencintai Semua Orang

 
Tak jarang orang beraaggapan bahwa Tuhan itu keji , hanya mencintai manusia yang menyembahnya, tidak mau menyembah Tuhan dikutuk, masuk neraka jahanan. Benarkah tuhan demikian kejam? Sudah sering penulis katakan bahwa Tuhan tidak pernah menghukum manusia, tetapi hukum yang diciptakan oleh-Nya yang mengatur semua mahkluk , baik alam kecil maupun alam besar, makrokosmos dan mikrokosmos.
Bukti-bukti bahwa Tuhan itu mencintai semua bagian-Nya ( bahasa yang lebih mudah dipahami Tuhan mencintai semua ciptaan-Nya). Dapat dilihat dari wahyu yang disabdakan maupun apa yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Wahyu dalam ajaran weda sedikit berbeda dengan ajaran agama lain. Didalam ajaran weda Wahyu Tuhan disabdakan melalui dua cara yaitu melalui pewahyuaan kepada Para Maha Rsi saat ber-Yoga dan diwahyukan secara langsung . tidak ada istilah sabda Tuhan diturunkan melalui utusan Tuhan, jika Tuhan memiliki utusan dapat dikatakan Tuhan itu manja; dalam ajaran weda Tuhan menjelma menjadi awatara untuk menegakan keadilan sebagai bukti bahwa Tuhan itu benar-benar sayang kepada semua mahkluk. Marilah kita simak satu per satu sloka yang terkait, anda boleh menafsirkan sesuai kata hati anda, namun sebelum menafsirkannya, seyogianya hati tetap jernih agar tidak berlogika tetapi gunakanlah kata hati.
Melalui kekuatan-Ku semua mahkluk hidup,bernafas, makan,melihat dan mendengar, walaupun mereka tidak mengetahui hal itu,mereka tinggal dalam cinta-Ku, Aku pada mereka, mereka di dalam diri-KU.
Rgveda X.125.4
samo ‘ha sarva-bhūteu na me dveyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu mā bhaktyā mayi te teu cāpy aham
(Bhagawadgita, IX:29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula
yada-yada hi dharmasy , glanir bhavanti bhatara
abhyutthanam adharmasya , tada ‘tmanam srijamy aham
(Bhagavad Gita I:7)
artinya:
Manakala dharma hendak sirna dan adharma hendak merajalela
saat itu, wahai keturunan Barata Aku sendiri turun menjelma.
perkataan dharma berarti : kebenaran spiritual, dan adharma berarti : ketidak-benaran atau dosa.
Arjuna juga dipanggil dengan sebutan “barata” atau “keturunan Bharata” sebab Bharata adalah kakek dari kuru sedangkan kuru adalah nenek-moyang Kaurawa dan Pandawa.
paritranaya sadhunam vinasaya cha dushkritam
dharma samsthapanarthaya sambhavami yuge-yuge.
(Bhagavad Gita IV:8)
artinya:
demi untuk melindungi kebajikkan, demi untuk memusnahkan kejaliman
dan demi untuk menegakkan dharma ,aku lahir ke dunia dari masa-ke-masa
perkataan yuga berarti : abad, jaman atau masa. Krisna sebagai avatara (yaitu penjelmahan Brahman) lahir ke dunia pada jaman dimana kebajikkan diteror dan kebenaran diperkosa, yang pada masa peperangan besar Mahabarata berkecamuk yang memusnahkan segala. Demi untuk melindungi kebajikkan dan menegakkan kebenaran bagi umat manusia inilah Krisna lahir ke dunia. Satu yuga abad diantara kelahiran seorang avatara yang satu dan avatara yang lain. Tetapi pengertian satu abad disini haruslah diartikan dalam hubungannya dengan sejarah spirituil manusia, dan bukan satu abad yang berarti 100 tahun.
Dengan memahami sloka dan mantra weda diatas , betapa sungguh luar biasa cinta Tuhan kepada semua mahkluk. Oleh karena itu jangan sia-siakan hidup sebagai manusia untuk bersujud kepada-Nya dan melaksanakan kewajiban serta Dharma sebagai pondasi dalam menjalani kehidupan.



  • 30 November 2011 17:47:14
    0
    Setujuu… Pada dasarnya ajaran semua agama adalah sama. Menciptakan kebaikan di bumi dan alam semesta..
    Suka
    Balas |
  • 30 November 2011 17:55:49
    0
    hanya saja karena ahamkara atau ego manusia, terkadanga berbuat jahat atas nama Tuhan. ironis memang. kadang kala sayapun suka mengkritik agama lain yang semestinya tidak boleh dilakukan.
    Suka
    Balas |
  • 30 November 2011 18:49:47
    0
    om swastiatu,
    bagus skali tulisannya tiang adalah penganut Hindu yg jauh di rantauan dan sangat buta tentang ajaran Hindu itu sendiri.
    mengenai awatara, seperti halnya rama awatara yg merupakan jelmaan Brahman, berarti Tuhan memiliki nafsu seperti manusia? makan, minum, menikah dll.
    mohon pencerahannya
    suksme
    Suka
    Balas |
  • 1 December 2011 12:50:22
    0
    Tuhan mana kala menjelma ke dunia, Beliau tunduk pada Hukum yang diciptakan-Nya. tuhan sebagai pencipta hukum (Rta dan Dharma)tidak semena-mena terhadap hukum yang dibuat-Nya. tidak seperti pemimpin di Indonesia. dia membuat hukum, dia pula yang melanggar hukum.
    Suka
    Balas |
  • 30 November 2011 20:01:30
    0
    inspiratif
    Suka
    Balas |
  • 30 November 2011 21:22:02
    0
    Betul Pak, Tuhan mencintai seluruh ciptaannya, dan untuk kedamaian di dunia. Terkadang kita baru ingat Tuhan, mana kala kita mendapat masalah. Inspiratif. Salam.
    Suka
    Balas |
  • 30 November 2011 21:34:01
    0
    “tidak ada istilah sabda Tuhan diturunkan melalui utusan Tuhan, jika Tuhan memiliki utusan dapat dikatakan Tuhan itu manja” hahaha… masuk indeks favourite quote nih mas harusnya..
    Nah, kalo ada yang ngaku “utusan” gimana dong? hehe…
    Suka
    Balas |
  • 1 December 2011 13:00:18
    0
    kalau ada yang mengatakan dirinya utusan tuhan itu pengakuan yang palsu. orang yang berani menyebut dirinya begini begitu, itu tandanya orang dalam kedaan angkuh
    Suka
Back To Top