Voice Of Merta Mupu

Voice Of Merta Mupu : Cerita Tak Tertata

Motivasi Menulis

Channel Youtube

Mencegah Terorist, Hilangkan Ayat - ayat Kekerasan Didalam Kitab Suci



"Mungkin para terorist adalah orang - orang yang tidak merasakan kasih sayang, mereka hanya dididik dengan ajaran agama yang tekstual dan pada akhirnya mereka tumbuh dengan kehilangan cinta kasih dan kedamaian hati kemudian tumbuh bibit kebencian seiring dengan kegagalan menghadapi kehidupan, menjadikan mereka mencari pembenaran atas kebencian mereka terhadap hidup dan kehidupan dengan menggunakan agama dan atas nama Tuhan dan ini selalu bisa terjadi pada kelompok mayoritas. Upaya orang tua untuk mendidik anaknya dengan menyekolahkan dan mengasramakan mereka di sekolah yang menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Mereka sedini mungkin (disaat mereka belum cukup siap terutama bekal kasih sayang, cinta kasih dan rasa saling menghormati) bisa jadi menjadi salah satu faktor tumbuhnya kelompok ini (radikalisme). Pola ini muncul setahap demi setahap dan turun temurun dari satu generasi ke generasi, jadi pada dasarnya meskipun mengklaim tidak mendidik anak menjadi teroris, tetapi paham yang diberikan sedikit tidaknya telah mempengaruhi pemikiran ke arah itu, dari yang tadinya tidak mengenal kelompok lain kemudian diperkenalkan dengan dengan tidak sesuai porsinya. Generasi selanjutnya menjadi tidak suka dengan kelompok atau keyakinan diluar keyakinan mereka. Dari generasi pengikutnya timbullah bibit kebencian dan menjadi sumber konflik yang komplit manakala mendapati problematika kehidupan dan kegagalan menjalankan hidup dan pada akhirnya mereka berusaha menjadikan hidup mereka lebih berarti dengan kepahlawanan yang salah kaprah, mati syahid yang tidak syahid".
Renungan Ardania seorang wanita modern.



Kejahatan di muka bumi selalu hidup berdampingan dengan kebaikan. Telah berbagai daya upaya dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengurangi kejahatan namun justru kejahatan di muka bumi dari jaman ke jaman semakin menjadi-jadi dan modus operasinya semakin canggih seiring dengan kecanggihan teknologi dan informasi.
Didalam ajaran agama dikatakan bahwa pada mulanya pada jaman satya / Satya Yuga dahulu sifat-sifat kebaikan yang lebih dominan namun sebaliknya pada jaman kali / Kali Yuga sifat – sifat jahatlah yang dominan , dikatakan pula bahwa pada jaman kali dharma hanya berkaki satu .
Salah satu dari berbagai kejahatan canggih pada jaman post modern adalah adanya pelaku aksi terror atau lebih dikenal dengan terrorist. Lucunya , aksi – aksi terrorist di Indonesia berlatar belakang agama, kelompok tertentu ini berasal dari agama tertentu pula.
Ada yang berpendapat bahwa didalam penganut agama apapun ada terorist, bahkan teroris paling berbahaya ada pada diri sendiri. Pernyatan tersebut benar adanya tetapi perlu digarisbawahi bahwa hanya yang berasal dari golongan agama tertentu yang melakukan aksi terror atas nama agama, bahkan lebih parah atas nama Tuhan. Didalam agama lain memang tidak bisa dipungkiri banyak pula oknum-oknum radikal tetapi mereka melakukan hal tersebut bukan atas nama agama apalagi atas nama Tuhan. Itulah perbedaan diantara terror yang berasal dari golongan agama yang menjadi terrorist.
Selain itu ada juga yang mengungkapkan bahwa pada dasarnya semua timbul dari pikiran . Semua agama tanpa kecuali pada dasarnya mengajarkan kebaikan. Manusia pada saat lahir semua kondisinya sama seperti tong kosong. Begitu tumbuh menjadi dewasa mulai di isi yang negatif dan positif . Tanpa disadari kita menjalani apa yang ada di pikiran , menjadi kebiasaan , menjadi prilaku , ingin menjadi teroris, malaikat kita bisa. Setiap orang mempunyai bakat menjadi orang baik dan jahat hal ini tergantung pada pikiran, jadi lebih baik intropeksi ke dalam diri .
Mengutip pernyataan rohaniawan Hindu, Bhagawan Dwija menyatakan bahwa terorisme di Indonesia berkembang meniru apa yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal garis keras di luar negeri, khususnya di Negara-Negara Timur Tengah dan Asia lainnya. Ini merupakan pengaruh negatif globalisasi, dunia tanpa batas. Terorisme bukan budaya bangsa Indonesia.
Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mengancam kedaulatan setiap negara. Negara wajib melindungi masyarakat dari ancaman tindak pidana terorisme dan aktifitas yang mendukung terorisme (Yunus Husein,211 : www.prasetya.ub.ac.id ). elemen masyarakat perlu dilibatkan dalam mengantisipasi eksistensi para teroris yang berpotensi menebar ancaman. Seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan sebagainya. Peran serta masyarakat sangat penting adanya.
Untuk mencegah tindak pidana teroris, Indonesia telah memiliki perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang. Meski telah dilakukan berbagai upaya untuk memberantas tindak pidana teroris namun tampaknya belum berjalan seperti yang diharapkan.
Tampaknya aksi radikalisme yang berlatar belakang agama bermula dari akibat belajar agama yang belebihan dan memahami agama secara tekstual . menurut Katrokelana (2012, www.kompasiana.com) menyatakan bahwa orang yang mendalami agama (secara berlebihan) itu hanya ada tiga kemungkinan yang terjadi , yaitu menjadi teroris, gila, atau murtad. Amrozi dkk mendalami agama secara serius jadilah teroris. Mark Gabriel mendalami agama secara serius jadilah murtad. Katro mendalami agama menjadi gila di antara orang gila.
Akibat dari mendalami agama secara serius dan keliru akibatnya terorisme tumbuh subur dan beranak pinak yang pada akhirnya mereka membangun jaringan terorisme atau membentuk kelompok – kelompok radikal dan yang lebih parah mereka hendak mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) serta ingin menghapuskan pancasila dari nusantara.
Seperti diketahui, jaringan terorisme di Indonesia berjalan secara sistematis dan massif. Jaringan ini diduga kuat memiliki kedekatan dengan Jamaah Islamiyah (JI) dan Al-Qaeda. Serentetan tragedi pengeboman disertai bunuh diri yang berlangsung di Indonesia mulai dari Bom Bali (12 Oktober 2002), Hotel JW Marriot, Ja­karta (5 Agustus 2003), bom di Kedubes Australia dan se­terusnya, membuktikan mereka cukup rapih, cerdas, canggih, dan lihai dalam melancarkan aksinya.
Ahmad Hasan MS ( 2010, www.indonesiamedia.com) mengatakan bahwa gerakan terorisme yang didengang-dengungkan oleh ke­lompok JI (Jamaah Islamyah) tidak lepas dari ideology fundamentalisme yang cenderung radikal dan bercita-cita mendirikan negara Islam. Mereka tidak puas dengan sistem demokrasi saat ini yang dinilai sekuler dan liberal. Mereka membenci “antek-antek” AS, yakni Indonesia, yang dinilai telah masuk lembah kapitalisme dan libera­lisme.
Lebih jauh ia juga menyatakan bahwa fundamentalisme merupakan sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia. Gerakan terorisme berbasis fundamentalisme ini tidak bisa dilenyapkan begitu saja. Kepolisian atau Tim Densus 88 bisa saja menangkap dan menyisir pelaku terror, akan tetapi akar masalah tersebut tetap menjadi pekerjaan rumah (PR) yang wajib diselesaikan bersama. Itulah sebabnya, fundamentalisme harus diputus. Pendekatan inklusivis, kemanusiaan, dan paham multikulturalisme layak disemaikan. Pemerintah juga harus berevaluasi untuk berpihak pada civil society yang berkeadilan dan berkeadaban.
Pelaku terror yang berlatar belakang agama disadari atau tidak ternyata berpijak pada Al-Qur’an. Noor Rosyidah (2008) dalam e-book yang berjudulFundamentalisme Agama Dalam Al-Quran (Tafsir Tematik Atas Ayat-Ayat Kekerasan Berbasis Agama)” menyatakan bahwa Al-Qur’an seringkali dijadikan pijakan bagi tindak kekerasan dan terorisme atas nama agama dan fenomena fundamentalisme Islam. Hal ini karena memang secara lahiriah dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang provokatif-agitatif bagi perilaku kekerasan dan terorisme berbaju agama.
Dalam mencegah aksi-aksi terror banyak yang berpendapat bahwa masyarakat kembali pada Pancasila namun berdasarkan hasil survey “Pelajar menganggap Pancasila tak lagi relevan”. Survei yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) selama Oktober 2010-Januari 2011 menemukan fenomena yang mencengangkan, diantaranya (yusro m. santoso , 2011 : www.politikana.com ): Siswa: 25,8 persen dan Guru: 21,1 persen mengatakan pancasila sudah tidak relevan. Siswa: 84,8 persen, Guru: 76,2 persen Setuju jika syariat Islam diberlakukan. Terkait dengan agama dan moral, 48,9 persen siswa menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan. Yang paling mengagetkan, belasan siswa menyetujui aksi ekstrem bom bunuh diri. Siswa: 14,2 persen, Guru: 7,5 persen membenarkan aksi pengeboman seperti yang dilakukan Imam Samudra, Amrozi, dan Noor Din M. Top.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terpercaya, maka didapati kecenderungan masyarakat untuk melakukan kekerasan atas nama agama: 61,4% setuju untuk memerangi orang non muslim, 49% setuju membela perang dengan non muslim, 20% setuju dengan bom Bali, 18% setuju perusakan gereja, 37,2% setuju larangan mengucapkan selamat hari natal. Survey LSI (Juni 2006). Berdasarkan Survey PPIM ( Mei 2006): 14,7% bersedia merusak gereja, 43,5% perang tehadap non muslim yang mengancam, 24% bersedia bentrok dengan polisi untuk menegakkan agama.
Hasil survey tersebut sebenarnya tidaklah mengherankan karena pendapat mereka memiliki landasan, dimana hal ini ada kesesuaian dengan ayat-ayat kekerasan dalam kitab suci, seperti misalnya pada ayat dibawah ini :
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (Qs. 9:5 Surat At-Taubah ).
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” – (QS.9:29)
Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan dan berjihadlah dengan harta dan jiwa, pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” – (QS.9:41)
Indonesia merupakan negara yang paling banyak menangkap pelaku terorisme dibandingkan dengan yang negara lainnya. Tetapi karena tindakan terorisme yang terjadi di Indonesia tersebut menyangkut pemahaman atau ideology, maka sangat sulit untuk memberantas ideology. Menurut mantan wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengatakan bahwa solusi untuk mengatasi terorisme adalah dengan ideologi. Adanya pemikiran bahwa dengan membunuh akan masuk surga harus diluruskan. JK sebenarnya setuju orang-orang yang diduga teroris itu ditangkap dan ditembak. Namun sebelum itu dilakukan, metkinya pemerintah melakukan pendekatan-pendekatan terlebih dulu. “Kenali apa alasan dan penyebabnya (teroris), kenali mereka siapa dan akar masalahnya, ajak berdialog dulu dengan pendekatan-pendekatan, tapi tegas. Kalau ada yang melawan, tangkap dan tembak saja,” kata JK (detik.com 2011).
Meskipun penembakan terhadap tersangka terrorist dibenarkan menurut hukum apabila dalam keadaan darurat namun penembakan terhadap tersangka terrorist hingga tewas ternyata tersangka terorist yang tewas dianggap mati syahid. Seperti berita yang dimuat di situs voa-islam terkait penembakan terhadap tersangka teroris solo yang ditembak mati pada Jum’at (31/8/2012) lalu yang menyebabkan 2 orang pemuda gugur. Kedua pemuda itu diketahui bernama Muchsin dan Farhan. Farhan adalah anak tiri ustadz Abdullah Umar.
Ustadz Abdullah Umar bersyukur anak tirinya, Farhan Mujahid telah syahid. “Alhamdulillah, kami sekeluarga sangat bergembira karena kami baru saja menikahkan anak kami (dengan bidadari, red.) dan kami sekeluarga insya Allah memiliki kesempatan untuk mendapatkan syafa’at dari keluarga kami yang syahid,” demikian ungkap ustadz Abdullah Umar, seperti dilansir voa-islam.com .
Bagaimana mungkin terrorist bisa dilenyapkan dari muka bumi apabila masyarakat masih percaya dengan idiologi seperti itu ?. Menurut Denny Krisna Dipayana “musnahkan umat islam di indonesia baru teroris hilang”. Entah itu pernyataan guyonan atau datang dari sebuah kejujuran, namun yang terpenting menarik untuk disimak dan direnungkan.
Saya berpandangan bahwa adalah keliru dan mustahil serta aneh bin lucu apabila untuk melenyapkan terrorist di muka bumi dengan memusnahkan umat Islam. Kalau boleh berpikir ekstream yang dijauhkan dari masyarakat adalah ayat-ayat kekerasan dalam kitab suci artinya ayat-ayat kekerasan tersebut tidak perlu diajarkan kepada generasi muda maupun masyarakat.
Setahu saya didalam perkembangan Hindu pernah ada penghilangan sloka atau ayat didalam kitab suci untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Didalam kitab suci Manu Smerti terdapat beberapa sloka yang dihilangkan (sekitar 2 sloka yang dihilangkan dari 2.685 jumlah sloka manu smerti) yaitu mengenai ritual Sati, “Sati adalah perbuatan yang sangat menghebohkan (horrendous act) mengenai bunuh diri dari para janda dengan melompat ke dalam api pembakaran jenasah suaminya, kadang-kadang dengan sukarela, kadang-kadang dengan paksaan oleh orang lain” (dikutip dari buku Am I A Hindu?). Pada jaman dahulu di Bali pernah ada ritual seorang wanita janda yang menceburkan diri kedalam api pembakaran mayat suaminya sebagai bukti kesetiannya, hal ini ternyata juga ada diantara suku Rajput di Baratlaut India serta “sepengetahuan saya” juga didukung oleh kitab suci. Sehingga untuk menghindari berlanjutnya tradisi tersebut maka dilaranglah ritual sati itu dan ketika menerbitkan kitab Manawa Dharmasastra sloka yang membenarkan sati tidak dicantumkan didalam Manu Smerti (Manawa Dharmasastra). Namun belakangan pada terjemahan kitab Parasara Dharmasastra terdapat pula satu sloka yang membenarkan sati tersebut dan sloka tersebut dicantumkan dalam kitab Parasara Dharmasastra. Hal itu bukan masalah lagi karena masyarakat sudah pada cerdas yang menganggap ritual sati itu tidak perlu dilakukan meski dalam pandangan agama dianggap benar untuk mempertahankan kesetiaan terhadap suaminya.
Sati di Bali dihapuskan oleh Belanda, di India Sati dihapuskan oleh Inggris pada tahun 1829. Didalam buku Am I A Hindu dinyatakan bahwa Sati sama sekali tidak memiliki dasar dalam kitab suci Hindu. Tidak ada kitab suci Hindu yang bicara bahkan sedikitpun mengenai Sati. Mengatakan Sati adalah bagian dari agama Hindu persis sama dengan mengatakan bahwa inquisisi (hukuman berdasarkan pengadilan agama Kristen) berdarah yang dilakukan oleh orang-orang Spanyol atas Mexico pada tahu 1483 dan perburuan penyihir di Salem pada tahun 1692 adalah bagian tak terpisahkan dari agama Kristen. Penghancuran kuil-kuil bangsa Indian Mayan dan pembunuhan jutaan orang Mexico oleh orang-orang Spanyol tidak ada hubungannya dengan agama Kristen yang benar yang dikotbahkan oleh Jesus. Perburuan penyihir Salem tidak ada kaitannya dengan agama Kristen yang benar.Hal-hal tersebut jelas-jelas berlawanan dengan prinsip-prinsip Kristen.
Tampaknya hal ini pula dapat dilakukan terhadap ayat-ayat kekerasan dalam kitab suci alquran (kalau mau), kalaupun itu tidak bisa dilakukan paling tidak dilakukan penafsiran ulang atau reinterpretasi terhadap ayat-ayat kekerasan tersebut , mengingat menurut Mujahidin Indonesia alquran terjemahan DEPAG terdapat seribu kekeliruan.
Setidaknya kita menuruti nasehat mantan presiden Ri BJ Habibie. Menurut BJ Habibie (2012, republika.co.id) beliau mengungkapkan bahwa ulama dan pondok pesantren memiliki peran penting dalam pencegahan terorisme. Pasalnya, di pesantren itulah ulama dapat membentuk sumber daya manusia yang berpendidikan dan penuh cinta. Tak hanya itu, Habibie menilai, pencegahan terorisme juga harus dilakukan dengan menerapkan bentuk pertahanan dan keamanan yang canggih. Pasalnya, aksi terorisme saat ini juga sudah lebih luas seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan transportasi. Untuk menangkal terorisme yang lebih canggih seperti sekarang, dibutuhkan langkah yang lebih strategis. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kerja sama internasional.


Catatan : Tulisan ini pernah dimuat di kompasiana, oleh karena dianggap melanggar ketentuan isi tulisan hingga menyebabkan ID www.kompasiana.com/mertamupu diblokir.

Labels: Facebook, Kompasiana

Thanks for reading Mencegah Terorist, Hilangkan Ayat - ayat Kekerasan Didalam Kitab Suci. Please share...!

2 Komentar untuk "Mencegah Terorist, Hilangkan Ayat - ayat Kekerasan Didalam Kitab Suci"

Ya Gambar ilustrasinya kurang pantas Mas, tapi tulisannya ok.

pantaslah, gambarnya saja membuat saya kaget, dan ada rasa marah juga dalam hati saya.

Back To Top